Strategi JNE Hadapi Kompleksitas Komunikasi Eksternal di Perusahaan Perkuriran

0
371

Lanskap bisnis perkuriran berubah seiring dengan perkembangan teknologi yang melahirkan e-commerce dan media sosial. Jasa perkuriran tak lagi hanya berhubugan dengan pengirim dan penerima barang, tetapi juga terkait dengan e-commerce dan media sosial.

Vice President Of Marketing PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Eri Palgunadi mengatakan perubahan lanskap  bisnis perkuriran ini juga turut mempengaruhi komunikasi dalam bisnis jasa pengiriman barang.

Bila dulu komplain disampaikan pelanggan melalui telepon, saat ini sudah tersebar di berbagai kanal media sosial.

Karena itu, “Tugas kita di tim komunikasi sekarang me- listening lebih banyak,” ujar Eri dalam acara “Corporate Communication Talk” yang diselenggarakan Theiconomics.com, Jumat (15/12).

Eri mengakui antara umpatan dan pujian terhadap JNE, porsinya seimbang, bila melakukan pencarian di media sosial. Karena tak dapat dihindari, sebagai perusahaan jasa pengiriman yang mengirim 1,5 juta hingga 2 juta paket pengiriman barang per hari kesalahan sulit untuk dihilangkan sama sekali. Kesalahan inilah yang kemudian memicu terjadinya umpatan yang tersebar di kanal-kanal media sosial.

Baca Juga :   Risma Sebut Bansos yang Ditimbun di Depok Merupakan Barang Mensos Sebelumnya

“Sehingga proses listening ini menjadi lebih besar,” ujarnya.

Tak hanya komunikasi eksternal, sebagai perushaan dengan jumlah karyawan sekitar 50 ribu orang dan jumlah cabang lebih dari enam ribu, JNE juga menghadpai tantangan dalam menghadapi komunikasi internal.

Karena itu, untuk komunikasi internal, Eri mengatakan, tidak ada keseragaman dalam komunikasi yang dibangun oleh JNE. “Setiap teman-teman yang ada di cabang, itu diperbolehkan oleh kita membangun saluran komunikasi sendiri di masing-masing cabang, selama kita atur guideline-nya, itu proses yang berjalan dari 2017 sampai hari ini,” ujarnya.

Hal ini dilakukan karena tim di cabang adalah orang yang paling memahami kondisi di wilayahnya itu. Dampaknya, tambah Eri, tidak hanya efiseinsi dari sisi biaya, tetapi juga cerita-cerita atau story yang unik dari masing-masing cabang berhasil diangkat. Seperti cerita tentang Ramon Sopiar berhasil diangkat menjadi cerita yang unik dari cabang JNE di Medan, Sumatera Utara. Ramon adalah karyawan JNE yang tidak memiliki kaki. Karena kondisinya itu, ia menjadi salah satu relawan Program 1.000 Kaki Palsu yang diinisiasi oleh program televisi Kick Andy. Sembari mengirim barang ke pelanggan, Ramon mengukur kaki orang yang tak punya kaki yang ditemuinya, untuk kemudian dicarikan donornya olek Kick Andy.

Baca Juga :   Gelar Content Competition 2024, JNE: Wadah Kreativitas Anak Muda

“Kita tahu itu dari proses teman-teman di cabang. Kemudian ada juga karyawan kita yang menjadi juara Kempo sampai tingkat Asia. Ini menjadi story buat mereka (di cabang), karena akhirnya setelah kita melihat challenge yang besar dari luar yang sangat kompleks, yang bisa menjawab dan mewakili kita dalam komunikasi adalah rekan-rekan ini. Rekan-rekan ini yang menyamakan frekuensi,” ujar Eri.

Tim-tim di cabang inilah, tambah Eri, yang kemudian membantu JNE menghadapi berbagai krisis komunikasi seperti  tagar ‘Boiket JNE’ pada tahun 2021. Demikian juga ketika JNE dikaitkan dengan penemuan beras bantuan sosial sebanyak 3,4 ton yang dikubur di suatu tempat di Depok, Jawa Barat pada tahun 2022 lalu.

“Itu  jadi pelajaran buat kita bahwa komunikasi internal dengan dukungan rekan-rekan (di cabang) ini untuk meng-handle komplekstitas ekternal komunikasi, buat kami di JNE itu sangat penting,” ujar Eri.

Leave a reply

Iconomics