Soal Masa Jabatan Ketum Parpol, 2 Anggota DPR Ini Bilang Bukan Urusan MK

0
113
Reporter: Rommy Yudhistira

Gugatan Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik khususnya soal masa jabatan ketua umum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak tepat. Pasalnya, jabatan ketua umum partai disebut menjadi aturan internal partai politik (parpol).

Menurut Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Habiburokhman, peraturan masa jabatan ketua umum parpol lebih khusus dibanding perundang-undangan pada umumnya. Jika open legal policy menjadi kewenangan DPR, maka masa jabatan ketua umum parpol yang termuat dalam UU Parpol menjadi urusan masing-masing parpol.

“Sesuatu yang oleh negara pengaturan parpol dijaga banget tidak diintervensi dan tidak dimasukkan ke dalam UU. Menentukan pilihan ketua umum diserahkan kepada anggota Parpol kok mau diserahkan kepada negara lewat pengaturan UU,” kata Habiburokhman yang juga anggota Komisi III DPR itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/6).

Selanjutnya, kata Habiburokhman, sumber pembiayaan parpol 90% berasal dari kader partai, sehingga hal itu dapat menjadi dasar negara tidak bisa ikut campur dalam menentukan masa jabatan ketua umum Parpol. Kecuali Parpol 100% dibiayai negara, sehingga dimungkinkan masa jabatan ketua umum Parpol menjadi kewenangan negara.

Baca Juga :   Pemulihan Sektor Pariwisata Diragukan, Sandiaga Ungkap Bukti Keberhasilan di DPR

“Seperti DPR misalnya, itu masuk akal. Ini jauh sekali, legal standing-nya tidak ada. Kerugian nyata dan potensi juga tidak ada,” tutur Habiburokhman lagi.

Sementara itu, Waketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, urusan penentuan jabatan ketua umum Parpol merupakan keputusan dari forum permusyawaratan dari setiap Parpol. Itu sebabnya, UU Parpol tidak mengatur masa jabatan ketua umum partai.

Merujuk kepada UUD 1945, kata Arsul, tiap-tiap serikat atau organisasi diberikan kebebasan untuk mengatur masa jabatan ketuanya. Karena itu, jika pembentuk UU saja tidak mengurusi hal tersebut, maka tidak tepat bila MK mencampurinya.

“Maka tidak pas juga kalau MK ikut campur mengatur berapa periode orang menjadi ketum parpol,” kata Arsul.

Sebelumnya, seorang warga Nias bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta Saiful Salim melayangkan gugatan UU tentang Parpol ke MK. Dalam beleid tersebut, mereka berharap MK mencantumkan syarat masa jabatan ketum parpol maksimum 2 periode.

“Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya,” tulis Eliadi dalam berkas permohonannya seperti dikuti situs MK.

Leave a reply

Iconomics