Sepekan Lebih Kasus Migor, Harga Masih Tinggi dan Siapa yang Kuasai Pasar?

0
1325
Reporter: Kristian Ginting

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 tersangka dugaan korupsi persetujuan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) lebih dari sepekan. Berjarak 2 hari, Presiden Joko Widodo mengumumkan pelarangan ekspor atas bahan baku minyak goreng dan minyak goreng.

Ketika Kejagung menetapkan 4 tersangka itu, publik bersorak. Pasalnya, penetapan tersangka itu diharapkan akan membongkar skema mafia yang mampu menurunkan harga minyak goreng di pasar. Akan tetapi, lebih dari sepekan, tanda-tanda harga minyak goreng akan turun tak kunjung tiba.

Bahkan harga minyak goreng sama sekali tak bergerak dari sebelum ada tersangka dalam kasus itu. Begitu juga dengan pengumuman Jokowi soal pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, juga tidak mampu menekan harga di pasar dalam negeri. Padahal, seperti diketahui kebijakan itu bertujuan untuk membanjiri pasar dalam negeri dengan produk minyak goreng.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), misalnya, mencatat harga komoditas minyak goreng curah di masa Ramadhan dan jelang Lebaran 2022 dibanderol Rp 20 ribu/liter. Sementara, harga minyak goreng dalam kemasan dengan berbagai merek dibanderol harga beragam.

Pantauan dari detikfinance pada Senin (25/4) lalu di 2 retail modern, menunjukkan harga minyak goreng dalam kemasan masih cukup tinggi. Di pasar retail modern Indomaret, minyak goreng Sania 2 liter dipatok Rp 49 ribu; minyak goreng Sania 1 liter Rp 24.700; minyak goreng Tropical 2 liter 52.500; dan minyak goreng Fortune 2 liter 49 ribu.

Sementara itu, daftar harga minyak goreng di Alfamart untuk Sania 2 liter Rp 49 ribu; minyak goreng Tropical botol 2 liter Rp 50.700; minyak goreng Tropical botol 1 liter Rp 25.700; minyak goreng Fortune 2 liter Rp 49.200; minyak goreng Filma 2 liter Rp 51.700; dan minyak goreng Bimoli 1 liter Rp 24.600.

Baca Juga :   Sah, Permendag Baru Hanya Bolehkan Social Commerce untuk Promosi Bukan Bertransaksi

Kenyataan itu, juga menunjukkan bahwa tidak ada lagi kelangkaan minyak goreng. Hanya persoalannya, harga masih tinggi. Seperti halnya pada masa penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan telah menerbitkan 162 persetujuan ekspor kepada 59 eksportir. Dari persetujuan ekspor tersebut, realisasi DMO mencapai 720 ribu ton atau 20,7% dari total ekspor CPO dan produk turunannya.

Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, dari 720 ribu ton tersebut, dilaporkan telah terdistribusi sebanyak 529 ribu ton. “Artinya sudah sangat banyak atau 73,4% dari yang dilaporkan terdistribusi kepada masyarakat dalam bentuk minyak goreng curah dan kemasan di pasar rakyat dan retail modern,” ujar Oke pada 13 April lalu.

Namun, kata Oke, pada masa itu yang terjadi justru banyak kekosongan stok di pasar rakyat maupun retail modern. Hasil analisis Kemendag, terdapat hambatan distribusi atau pun adanya penyaluran yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Selepas penerapan DMO dan DPO, minyak goreng lalu membanjiri pasar retail tradisional dan modern. Namun, harganya masih tetap tinggi. Lantas, apa yang terjadi sebenarnya? Sebagai informasi, berbagai merek minyak goreng dalam kemasan yang beredar di pasar itu berada di bawah perusahaan-perusahaan yang di antaranya menjadi tersangka dalam kasus yang sedang ditangani Kejagung.

Baca Juga :   Saksi Ahli di Sidang Keberatan Sebut Penyitaan Aset Nasabah WanaArtha Tidak Sah

Pangsa Pasar
Data Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menunjukkan, untuk merek Sania, Fortune dan Sovia berada di bawah kelompok Wilmar Nabati Indonesia, dengan pangsa pasar 29,5%. Sementara, merek Bimoli, Bimoli Sp, Delima, Amanda di bawah kelompok Salim Ivomas Pratama, dengan pangsa pasar 18,1%. Lalu, merek Tropical, Hemart, Fitri dan Frais di bawah Bina Karya Prima (BKP), dengan pangsa pasar 13,5%.

Sedangkan, merek Filma, KunciMas dan Masku berada di bawah kelompok Sinar Mas, dengan pangsa pasar 9,8%. Kemudian, merek Sunco berada di bawah Mikie Oleo Nabati, dengan pangsa pasar 9,3%. Selanjutnya, merek Rosebrand dan Tawon di bawah Tunas Baru Lampung, dengan pangsa pasar 4,3%. Terakhir, merek Sedaap dan Sabrina di bawah Karya Indah Alam Semesta (Wings Food), dengan pangsa pasar 3,5%.

Sementara itu, diketahui BKP dan Mikie Oleo Nabati diketahui terafiliasi dengan grup Musim Mas. Masih merujuk situs GIMNI, bahwa orang yang bertanggung jawab atau bisa dihubungi untuk semua anak usaha termasuk Mikie Oleo Nabati di bawah Musim Mas adalah Togar Sitanggang, yang merupakan salah satu tersangka dalam kasus yang ditangani Kejagung. Sementara kelompok Salim, selain produk minyak goreng itu, juga memiliki saluran distribusi retail seperti Indomaret dan Super Indo.

Baca Juga :   Walhi Desak Kejagung Segera Periksa Swasta Termasuk Best Group soal Korupsi Tata Kelola Sawit

Lantas, apa yang bisa dipelajari dari fakta itu? Bahwa hanya dengan 7 perusahaan, mampu menguasai pangsa pasar retail minyak goreng di Indonesia hingga 88%. Juga menguasai jalur distribusinya. Dengan kata lain, pangsa pasar retail minyak goreng dan distribusinya dikuasai hanya sekelompok orang.

Berdasarkan fakta ini, akankah kebijakan penegakan hukum lewat dugaan korupsi dan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng serta minyak goreng mampu menurunkan harga? Soalnya, itulah yang menjadi harapan masyarakat luas.

Sebelumnya, dalam keterangan resminya pada 19 April lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan 4 tersangka kasus dugaan korupsi menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya periode Januari hingga Maret 2022. Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; dan Manager General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Untuk saat ini, para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan beberapa ketentuan perdagangan yang dijadikan dasar oleh penyidik sebagai perbuatan melawan hukum.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics