Saiful Mujani Nilai Wacana Kembalikan MPR Jadi Lembaga Tertinggi Akan Ganggu Stabilitas

0
122
Reporter: Rommy Yudhistira

Gagasan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dinilai berpotensi mengganggu kestabilan ekonomi dan politik di Indonesia. Soalnya, sistem presidensial saat ini dianggap sudah tepat membawa perubahan baik dari sisi ekonomi maupun politik.

Buktinya, kata pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani, terlihat dari perkembangan yang terjadi sejak penerapan sistem tersebut dilakukan. “Indonesia menjadi salah satu negara yang kuat secara ekonomi di dunia sekarang. Dan itu hasil daripada sistem yang kita anut sekarang ini,” kata Saiful dalam diskusi daring pada Kamis (24/8) kemarin.

Saiful menjelaskan, sistem MPR sebagai lembaga tertinggi negara pada hakikatnya merupakan sistem parlementer. Sebab, MPR berperan seperti parlemen dan memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memilih kepala negara/kepala pemerintahan.

“Dalam hal ini perdana menteri, cuma di kita, dalam sistem lama kita namanya presiden. Itu kerancuan yang kita maklumi karena itu produk pada masa yang tergesa-gesa pada waktu itu. Tapi itu sudah dikoreksi, sekarang mau dikembalikan pada konsep yang tidak konsisten tersebut,” ujar Saiful.

Baca Juga :   Selepas Resmi Dukung Anies, PKS Kunjungi Partai Nasdem untuk Silaturahmi

Bila hal itu diterapkan kembali di Indonesia, kata Saiful, setiap presiden yang terpilih akan bertanggung jawab secara langsung kepada MPR, dan rakyat. Hal itu berpotensi membuat ketidakstabilan pemerintahan sebagaimana yang terjadi pada masa setelah Indonesia merdeka.

Pada periode 1945 hingga 1959, kata Saiful, sistem pemerintahan Indonesia sangat tidak stabil, dan umur pemerintahan saat itu terhitung sangat singkat. Waktu itu, pembangunan yang ada di Indonesia tidak berjalan dengan baik, karena berganti-ganti perdana menteri.

Menurut Saiful, sistem parlementer akan berjalan dengan baik apabila dipimpin seorang diktator sebagaimana yang pernah juga dialami Indonesia pada masa pemerintahan sebelumnya. “Kalau sistem parlementer ini dianut dengan nama MPR tadi, hasilnya kurang lebih hampir akan sama. Kecuali, di dalamnya ada seorang pemimpin negara yang diktator, seperti Soeharto, seperti Orde Baru,” kata Saiful lagi.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo melempar wacana untuk mengubah kedudukan MPR sebagai lembaga tinggi negara. Sebagaimana amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, MPR seharusnya memiliki kewenangan subjektif dan superlatif, serta diberikan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan yang bersifat pengaturan.

Baca Juga :   Gerindra: Pertemuan Gibran, Bobby dan Prabowo Hanya Silaturahmi Bukan Manuver Politik

Upaya tersebut dilakukan untuk mengatasi dampak dari keadaan ekonomi dan politik yang tidak bisa diantisipasi dan tidak dapat dikendalikan.

“Idealnya memang MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 RI Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas, 23 Mei 2023. Karena itu, setelah 25 tahun memasuki era Reformasi sejak tahun 1998, kini saatnya kita merenungkan kembali penataan lembaga-lembaga negara,” kata Bambang.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics