Rektor Paramadina Bedah Peta Politik Pasca Bergabungnya Golkar dan PAN ke Kubu Prabowo

0
227

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini melihat dinamika politik pasca masuknya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). Ia juga melihat posisi king maker yang disematkan kepada Joko Widodo dalam dinamika menjelang pemilu 2024 ini.

“Siapa yang menyangka bahwa Jokowi (Presiden Joko Widodo) secara samar dan diam-diam membuat kendaraan koalisi, yang menyebabkan head to head dengan Megawati.  Koalisi ini kemudian menjadi kekuatan politik yang nyata.  Ini terjadi setelah PAN dan Golkar bergabung atas ‘titah politik’ Jokowi,” kata Didik dalam keterangannya.

Didik mengatakan Jokowi memanfaatkan popularitas dan kekuatan politiknya untuk menjadi king maker di sudut sendiri, yang kemudian berhadapan dengan PDIP.

“Tetapi kita tidak tahu pasti kekuatan ini bisa saja melemah setelah penetapan Capres (calon presiden) selesai. Kemudian melemah lagi menjelang periode kedua berakhir,” ujar didik.

Menurut Didik, kongsi Jokowi-Megawati bubar dan pecah karena ketidaknyamanan menjadi petugas partai. Status petugas partai ini terus berjalan atau tepatnya partai mensubordinasi presiden secara terus-menerus di muka publik. Jokowi -Megawati berhadap-hadapan secara politik dan keduanya telah menjadi king maker untuk calonnya masing-masing.

Baca Juga :   Ditanya soal Tukin Pegawai KPU, Jokowi Bilang Upayakan Terealisasi di Januari 2024

“PDIP sekarang berada di sudut sendiri dan berhadapan dengan banyak lawan.  Semua partai besar dan menengah sudah hampir pasti bergabung dengan koalisi sendiri. Partai Golkar, PAN, Demokrat, dan PKS sudah berlabuh dalam koalisi masing-masing. Mitra koalisi PPP tidak terlalu signifikan sehingga nanti berpengaruh terhadap elektabilitas Ganjar Pranowo,” kata Didik.

Didik menilai Megawati sekarang menghadapi banyak lawan yang berat, baik Surya Paloh dan Susilo Bambang Yudhoyono. Didik menilai sekarang lawan baru yang mengejutkan adalah Jokowi, yang berhasil mewujudkan koalisi kelas berat. PDIP semakin sulit dan berat. Banyak sekali kritik atas perubahan ini karena masalah PDIP sendiri, yang dianggap terlalu arogan.

Pasca Golkar dan PAN resmi bergabung dengan Gerindra dan PKB, maka semakin jelas bahwa koalisi Pemerintahan pecah berkeping-keping menjadi 3 bagian. Demikian Didik menilai hal ini terlihat dari konfigurasi 3 koalisi partai dengan bakal calon presidennya masing-masing.

Didik mengajak para pendukung Capres ke depan sebaiknya tidak usah militan radikal. Belajar dari pilpres yang lalu, dimana sesama warga dibelah dan membelah menjadi kutub Cebong dan Kampret.

Leave a reply

Iconomics