PP Muhammadiyah: Mampukah Amandemen UUD untuk PPHN Jawab Problem Rakyat?

0
595
Reporter: Rommy Yudhistira

PP Muhammadiyah meminta wakil rakyat yang duduk di MPR untuk mengutamakan kepentingan rakyat terutama dalam hal wacana amandemen UUD 1945. Apalagi agenda tersebut masih menjadi pertanyaan, apakah mampu menjawab segala problem kerakyatan dan demokrasi.

“Itu yang kami (Muhammadiyah) bersama elemen masyarakat sipil serius penuh pengharapan. Kita bersama perlu menjaga marwah lembaga MPR,” kata Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Busyro mengatakan, persiapan pelaksanaan Pemilu 2024 sebaiknya menjadi wujud praktik demokrasi milik rakyat. Jangan menjadi dominasi minoritas dari elite dinasti politik dan nepotisme keluarga serta koalisi partai politik yang berambisi.

Rakyat, kata Busyro, harus dilindungi dengan tenda politik yang penuh dengan etika demokrasi dan pengharkatan terhadap rakyat yang berdaulat. Dengan demikian, lembaga demokrasi MPR bukan sebagai ajang spekulasi amandemen jika hanya untuk kepentingan sesaat perpanjangan masa jabatan presiden.

“Dan pemusatan kekuasaan yang semakin over excessive pada eksekutif di saat lembaga DPR dan parpol sedang krisis,” kata Busyro.

Baca Juga :   Pemerintah Susun Berbagai Rencana untuk Capai Target 2045, Apa Saja?

Meski masih wacana, Busyro mengaku cemas akan rencana amandemen UUD 1945 yang khusus membahas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) itu. Pasalnya, sudah ada beberapa rancangan undang undang (RUU) yang sebenarnya mendapat penolakan dari masyarakat justru pembahasannya berjalan mulus dan terwujud menjadi sebuah UU seperti UU KPK, UU Mahkamah Konstitusi, UU Mineral dan Batubara hingga UU Cipta Kerja.

“Bahwa teman-teman politisi sebagian besar itu cukup beralasan mengkhawatirkan akan terjadi pengulangan yang sama pada amandemen yang akan datang sehingga penumpang gelap bukan khayalan, bukan ketakutan, tetapi cukup beralasan,” tutur Busyro.

Karena itu, kata Busyro, pihaknya berharap agar para wakil rakyat dapat menjalankan komitmen dengan jiwa dan etika Pancasila dan pembukaan UUD 1945 sebagai marwah bangsa. Apalagi penting memberi penghargaan atas keteladanan tokoh bangsa dan aktivis demokrasi dalam gerakan reformasi moral, terutama tentang makna etika dan martabat politik di balik pembatasan 2 periode jabatan presiden.

“Menyeru dan mengajak untuk memulihkan jati diri bangsa sebagai modalitas spiritualisme dan moral politik, terbebas dari belenggu dan dominasi minoritas eksploitatif terhadap sumber daya alam, apalagi terhadap autentitas rakyat sebagai bangsa yang sudah saatnya tidak mengalami pengulangan budaya kepemimpinan dinasti feodalistik eksklusif,” ujarnya.

Baca Juga :   Keterlibatan Perempuan Penting untuk Capai Kesetaraan Gender di SDG’s

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics