Pengenaan Pajak terhadap Perusahaan Digital Internasional Positif bagi Ekonomi Nasional

0
181
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin menilai rencana penerapan pajak penghasilan perusahaan digital internasional seperti Google, Facebook, dan Twitter berpeluang sangat baik bagi perekonomian nasional. Meski melewati proses yang rumit dan kompleks, potensi tersebut bisa dimaksimalkan.

Dari situ, kata Puteri, diharapkan membawa manfaat yang baik bagi Indonesia terutama dari sisi penerimaan pajak dari pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Soal ini disebut kerap disuarakan di Komisi XI ketika menggelar rapat dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Memang tidak boleh dilewatkan momentumnya, karena kalau lewat, tentu kita akan kehilangan banyak sekali potensi penerimaan terkait dengan PMSE,” kata Puteri dalam sebuah diskusi virtual, Senin (20/2).

Merujuk pengalaman negara-negara lain dalam perhelatan G20 yang lalu, kata Puteri, pemerintah dapat mengimplementasikannya khususnya memungut pajak dari perusahaan digital tersebut. Apalagi, negara-negara yang tergabung dalam G20 telah menerapkan Solusi 2 Pilar yang menjadi rujukan terwujudnya keadilan dari perpajakan internasional.

Pilar 1, kata Puteri, berkaitan dengan pengalokasian hak pemajakan yang menjadi pasar produk barang dan jasa digital. Pilar 2, memastikan seluruh produk multinasional untuk membayar pajak minimum di seluruh tempat, di mana perusahaan tersebut beroperasi.

Baca Juga :   Anggota Komisi VIII Ini Minta PBNU Tidak Ikut Campur soal Pansus Angket Haji di DPR

“Jadi dengan itu, saya kira pemerintah Indonesia harus segera menindaklanjuti untuk mengimplementasikan kesepakatan ini,” ujar Puteri.

Sebelumnya, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemenkeu Mekar Satria Utama mengatakan, saat ini perkembangan Pilar 2 yang berkaitan dengan tarif pajak minimum global sebesar 15% di Indonesia sudah lebih maju dibandingkan dengan pembahasan pilar 1.

Mekar mengatakan, model pengaturan yang terdapat dalam Solusi Pilar 2 menjadi dasar setiap negara untuk melaksanakan Pilar 2. Penerapan tersebut sudah dilakukan beberapa negara sejak 2021, sedangkan Indonesia masih menunggu implementasi dari framework Pilar 2.

“Pilar 2 ini pada prinsipnya ada 3 pendekatan nanti, ada yang kita sebut dengan Income Inclusion Rule (IIR), ada Undertaxed Payment Rule (UTPR), ada Subject to Tax Rule, itu memang sedikit terpisah sendiri,” kata Mekar.

Dengan adanya 3 pendekatan tersebut, kata Mekar, pemerintah dapat menerapkan top up tax terhadap wajib pajak yang mendapatkan insentif pajak, terutama melalui IIR dan UTPR.

“Pilar 2 ini akan mempengaruhi terhadap insentif yang sudah diberikan. Insentif-insentif yang menyebabkan efektif tax rate suatu perusahaan itu berada di bawah 15%, memang akan mengakibatkan adanya top up tax yang akan dikenakan,” kata Mekar.

Baca Juga :   Anggota Komisi VII Sepakat Dalami Persoalan Migor dan Regulasi Kelapa Sawit

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics