
Pengenaan Pajak Emisi Karbon Disebut Sejalan dengan Persetujuan Paris

Anggota Komisi VI DPR Mukhtarudin/Dokumentasi Mukhtarudin
Pemerintah sepakat mengenakan pajak Rp 30 per kilogram bagi penyumbang emisi korban yang mulai berlaku pada 2022. Aturan mengenai pajak karbon itu tertuang dalam Undang Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan sebagai bentuk komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca 26% pada 2021 dan 29% pada 2030.
Menurut anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin, penerapan aturan tersebut sejalan dengan komitmen internasional yang diatur dalam Persetujuan Paris untuk mengurangi tingkat emisi karbon. Penerapan itu dinilai mampu memberikan kontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
“Saya kira penerapan pajak emisi menyadarkan kita akan pentingnya nilai ekonomi karbon bagi peningkatan daya saing Indonesia di kancah global,” kata Mukhtarudin dalam keterangannya, Sabtu (23/10).
Seiring dengan kondisi pasar dunia yang menuju ke tahap pengembangan ekonomi rendah karbon, kata Mukhtarudin, Indonesia tidak memiliki alasan untuk menunda penerapan ekonomi rendah karbon. Apalagi daya saing di tingkat internasional tidak selalu ditentukan dengan kualitas atau harga dari barang dan jasa itu sendiri.
“Tetapi sudah memperhitungkan biaya eksternalitas yang ditimbulkan seperti dari jejak emisi karbon barang dan jasa,” ujar Mukhtarudin.
Penerapan pungutan pajak karbon, kata Mukhtarudin, merupakan suatu bentuk dari implementasi polluter pay principles (PPP) yang mengatur tentang hukum lingkungan terkait pencemaran. Prinsip yang terkandung di dalam PPP menunjukkan suatu kewajiban atau pembebanan kepada pelaku pencemaran untuk membayar kerugian yang dialami.
“Jadi, kepada pihak-pihak yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, ya mereka juga wajib bayar kompensasinya,” katanya.
Leave a reply
