
Pemerintah Sita Aset Grup Texmaco Bernilai Triliunan karena Masih Terkait soal BLBI

Tangkapan layar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) dan Menko Polhukam Mahfud MD (kiri)/Iconomics
Masih tersangkut utang dalam hal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pemerintah pun menyita aset bidang tanah milik Grup Texmaco. Sebelum terjadi krisis pada 1997/1998, Grup Texmaco telah meminjam ke berbagai bank baik melalui bank milik negara (BUMN) maupun bank swasta.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ketika Indonesia mengalami krisis keuangan 1997/1998, pemerintah memberi talangan terhadap bank-bank tempat Grup Texmaco berutang. Dari sisi pinjaman, Grup Texmaco memiliki utang untuk divisi enginering sebesar Rp 8,068 triliun dan US$ 1,24 juta.
Sedangkan untuk divisi tekstil Grup Texmaco memiliki pinjaman sebesar Rp 5,28 triliun dan US$ 256,59 ribu. Selanjutnya dalam bentuk poundsterling sebesar 95.000 dan dalam bentuk yen mencapai 3 juta.
Dalam prosesnya, kata Sri Mulyani, utang-utang tersebut macet sehingga ketika bank-bank tersebut ditalangi, maka secara otomatis hak tagih dari bank-bank itu diambil alih pemerintah. Kemudian, bank yang mendapat dana talangan diambil alih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
“Dalam proses ini pun pemerintah masih cukup supportive terhadap Grup Texmaco, termasuk pada saat itu justru agar divisi tekstil masih tetap berjalan, pemerintah melalui bank BNI memberikan penjaminan terhadap letter of credit (LC),” kata Sri Mulyani dalam keterangan resminya secara virtual, Kamis (23/12).
Menurut Sri Mulyani, selain mengeluarkan LC, BPPN bersama Grup Texmaco membuat perjanjian yang disebut sebagai master of restructuring agreement yang ditandatangi pemilik Grup Texmaco. Isi dari perjanijian tersebut disepakati bahwa utang dari 23 operating company Grup Texmaco akan direstrukturisasi dan dialihkan kepada dua holding company yang dibentuk pemilik yaitu PT Jaya Perkasa Enginering dan PT Bina Prima Perdana.
Untuk membayar kewajibannya, kata Sri Mulyani, pada perjanjian itu disetujui bahwa Texmaco akan mengeluarkan obligasi tukar yang mana menjadi pengganti utang-utang yang sudah dikeluarkan melalui bank dan dijamin oleh holding company yang dibentuk. Obligasi tukar itu memiliki tenor selama 10 tahun dengan besaran bunga dalam rupiah sebesar 14% dan untuk dolar 7%.
Seiring berjalannya waktu, kata Sri Mulyani, Grup Texmaco tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utang dari kupon obligasi tukar yang diterbitkan pada 2004. Dengan demikian, pada dasarnya Grup Texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi obligasi tukar itu.
Memasuki 2005, kata Sri Mulyani, pemilik Grup Texmaco kembali mengakui utangnya kepada pemerintah melalui akta kesanggupan Nomor 51 yang berisikan bahwa Grup Texmaco akan membayar kewajibannya kepada pemerintah melalui operating dan holding company. Plus akan membayar tunggakan LC yang waktu itu sudah diterbitkan pemerintah untuk mendukung perusahaan tekstilnya sebesar US$ 80,570 juta dan 69,94 miliar.
“Pemilik Grup Texmaco juga mengatakan dalam akta kesanggupan Nomor 51 bahwa yang bersangkutan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah,” kata Sri Mulyani.
Namun, sekali lagi, kata Sri Mulyani, pemiliki Grup Texmaco tidak memenuhi perjanjian tersebut, bahkan pemilik justru melayangkan gugatan terhadap pemerintah serta menjual aset-aset milik operating company yang seharusnya memiliki kewajiban untuk membayar utang sebesar Rp 29 triliun.
Selain itu, dalam berbagai kesempatan, pemilik menyampaikan kepada media massa, utang yang seharusnya dibayarkan ke pemerintah hanya sebesar Rp 8 triliun. Hal tersebut, kata Sri Mulyani, tidak sesuai dengan akta kesanggupan yang sudah disetujui sebelumnya.
“Dalam hal ini pemerintah sudah berkali-kali memberikan ruang, bahkan mendukung agar perusahaan yang masih jalan, bisa berjalan, namun tidaka da sedikit pun ada tanda-tanda akan melakukan itikad untuk membayar kembali,” ujar Sri Mulyani.
Karena itu, kata Sri Mulani, pemerintah hari ini mengambil tindakan dengan mengeksekusi aset-aset yang dimiliki Grup Texmaco. Dengan menyita aset Grup Texmaco, maka pemerintah melakukan recovery aset negara dari jumlah utang senilai Rp 29 triliun plus US$ 80,5 juta.
Adapun aset yang disita oleh pemerintah meliputi 587 bidang tanah yang berlokasi di 5 daerah dengan total keseluruhan sebesar 4.794.202 meter persegi, berada di wilayah:
- Kelurahan Kadawung (Kecamatan Cipeundeuy), Kelurahan Siluman (Kecamatan Pabuaran), dan Kelurahan Karangmukti (Kecamatan Cipeundeuy), Kabupaten Subang, Jawa Barat sejumlah 519 bidang tanah seluas 3.333.771 meter persegi;
- Kelurahan Loji, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sejumlah 54 bidang tanah seluas 1.248.885 meter persegi;
- Kelurahan Bendan, Sapuro, dan Krapyak Kidul, Kecamatan Pekalongan Barat dan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, Jawa Tengah sejumlah 3 bidang tanah seluas 2.956 meter persegi;
- Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur sejumlah 10 bidang tanah seluas 83.230 meter persegi;
- Kelurahan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat sejumlah 1 bidang tanah seluas 125.360 meter persegi.
Leave a reply
