
Pemerintah Perlu Susun Skema KPR Bersubsidi untuk Penuhi Kebutuhan Kaum Milenial

Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin/Iconomics
Pemerintah diminta menyusun skema kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan daya beli kaum milenial. Pemerintah juga diingatkan agar lebih berhati-hati dalam menjalankan rencana pengembangan sekuritisasi cicilan KPR atau dikenal sebagai mortgage-backed securities (MBS).
Demikian disampaikan anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komaruddin sebagai tanggapan atas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyebut generasi milenial sulit mendapatkan hunian rumah dengan harga terjangkau. Dan ini disebut menjadi masalah yang dihadapi kaum milenial.
Puteri menuturkan, sebagai perusahaan pembiayaan sekunder, perumahan yang dibentuk membeli suatu KPR dari bank kreditur, MBS memiliki skema penagihan yang dikemas dengan suatu efek utang. Dan nantinya akan dijual kepada investor seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, serta investor perorangan.
Di berbagai negara, kata Puteri, MBS menjadi salah satu alternatif dari sisi pembiayaan di pasar pendanaan KPR yang dapat menjadi sumber pendanaan jangka menengah dan jangka panjang yang konsisten. Karena itu, berkaca dari pengalaman krisis keuangan global pada 2008, pemerintah diminta lebih berhati-hati dan mempertimbangkan berbagai risiko jika menerapkan skema MBS untuk pendanaan KPR.
“Rencana ini perlu diperhitungkan dengan matang disertai manajemen risiko yang baik dan transparan,” kata Puteri dalam keterangan resminya, Rabu (13/7).
Di sisi lain, kata Puteri, untuk menjaga stabilitas suku bunga acuan dan menurunkan risiko aset tertimbang menurut risiko (ATMR) di sektor properti, Bank Indonesia (BI) perlu mengambil langkah strategis termasuk melonggarkan uang muka kredit rumah.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, kebutuhan tempat tinggal di Indonesia masih menjadi tantangan yang perlu diselesaikan seluruh stakeholders. Persoalan tersebut datang dari sisi supply (produksi rumah) dan demand (membutuhkan rumah). Dan pasar hanya dapat tercipta apabila dua sisi tersebut bertemu.
Tetapi, jika terdapat constraint, kata Sri Mulyani, dua sisi itu tidak akan bertemu, atau mungkin bertemu di tingkat ekuilibrium yang tidak mencerminkan kebutuhan akan papan. Maka dari hal itu dapat disimpulkan, kebutuhan akan rumah di Indonesia, dengan demografi terbesar generasi muda membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Leave a reply
