
Pemerintah Diingatkan soal Potensi Kerugian Akibat Larangan Ekspor CPO

Anggota Komisi VI DPR Rafli/Dokumentasi DPR
Anggota Komisi VI DPR Rafli, memperingatkan pemerintah soal potensi kerugian akibat kebijakan pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) beserta turunannya. Merujuk kepada pengalaman sebelumnya khususnya terkait larangan ekspor batu bara, justru menambah masalah baru dan menimbulkan kerugian negara.
“Jangan sampai larangan kebutuhan ekspor minyak goreng mengakibatkan kerugian. Pemerintah perlu mengakomodir siklus perdagangan CPO, bukan serta merta setop ekspor, itu bukan solusi menyeluruh,” kata Rafli dalam keterangan resminya, Senin (25/4).
Rafli mengatakan, berdasarkan catatan resmi dari pemerintah, data produksi minyak goreng pada 2021 mencapai 20,22 juta ton. Dari angka tersebut, sebanyak 5,07 juta ton atau sebesar 25,05% digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, serta 15,55 juta ton atau 74,93% disalurkan untuk ekspor.
Atas dasar hal itu, kata Rafli, surplus produksi masih tergolong sangat besar sehingga perlu diseimbangkan dengan kebijakan subsidi minyak goreng dalam negeri lewat mekanisme domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Sebuah kebijakan yang sudah dilakukan sebelumnya.
Karena itu, kata Rafli, pihak yang berwenang dan para pemangku kepentingan lainnya agar duduk bersama mengevaluasi kebijakan minyak goreng tersebut. tujuannya untuk menjaga stabilitas harga, dan di daerah penghasil kelapa sawit harus ada pabrik pengolahan minyak goreng.
“Di sisi lain, ada 3 perusahaan besar badan usaha milik negara (BUMN) penghasil minyak goreng, semestinya pemerintah mampu bikin harga lebih murah,” kata Rafli.
Sebelumnya, Jokowi mengumumkan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai berlaku pada Kamis, 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Leave a reply
