Peluang dan Tantangan Indonesia di Tengah Perseteruan Rusia-Ukraina

0
814

Dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy Dr. M. Syaltout menyebut ternyata tidak semua pihak menjadi buntung, rugi, defisit dan mengalami krisis perdagangan maupun ekonomi saat perang terjadi.

Menurutnya, ada beberapa negara yang justru diuntungkan dengan munculnya bukan hanya ketegangan konflik antar negara, tapi juga perang yang terbuka.

“Untung dan rugi secara ekonomi maupun perdagangan dalam konflik Russia vs Ukraina ini bukan hanya bergantung pada sisi mana kita berpihak secara politik (apakah Pro Rusia ataukah Pro Ukraina), tapi juga bergantung pada inter-dependensi perdagangan Indonesia, apakah dengan jejaring dagang aliansi besar Rusia ataukah aliansi Ukraina-US-EU dan juga secara khusus pada komoditas ekspor dan impor Indonesia.

Menyinggung posisi Indonesia, Syaltout menyatakan sebagai negara net importir minyak bumi, harga minyak dan gas bumi yang semakin tinggi pasca meningkatnya eskalasi konflik Russia vs Ukraina, dalam jangka panjang dapat merugikan Indonesia.

“Jika tidak disiasati betul, dengan adanya economic shock terhadap APBN karena Pandemi Covid-19, maka harga minyak dan gas yang tinggi akan semakin membebani APBN kita. Pertumbuhan ekonomi kita yang lumayan membaik tahun 2021, bisa jadi terdampak,” kata Dosen Paramadina ini.

Baca Juga :   Pemangku Kepentingan Diminta Berkolaborasi Majukan Sektor Pariwisata dan Hotel

Di lain sisi, Indonesia saat ini dikenal sebagai negara penghasil emas, perak, alumunium dan nikel yang saat ini juga ikutan naik pasca meningkatnya eskalasi konflik Rusia vs Ukraina.

“Jika kita bisa mengoptimalkan peluang ini, ekonomi kita bukan hanya selamat dari ancaman defisit karena dampak naiknya harga migas, tapi juga bisa untung besar. Namun, untuk mendapatkan untung besar, perlu strategi yang jitu terkait pertambangan, baik di hulu maupun hilirnya, termasuk tentu saja terkait pembangunan smelter dan lain-lainnya. Di sini lah, Politik Bebas Aktif Indonesia menemukan relevansi dan signifikansinya,” katanya.

Peneliti Indef Eisha M Rachbini, Ph.D. menyatakan bahwa terdapat beberapa dampak dari invasi Rusia terhadap Ukraina. Menurutnya, khususnya terhadap ekonomi global, pemulihan ekonomi dunia post Covid, dengan ancaman inflasi yang telah terlihat di beberapa negara maju (AS, juga Indonesia), dan kenaikan harga komoditas dunia.

“Jika perang berlanjut, pemulihan ekonomi global juga terancam akan lebih rendah dari prediksi awal,” kata Eisha.

Eisha juga menambahkan bahwa harga komoditas dunia pada 2022 telah mengalami kenaikan. Ia menyebut Rusia adalah salah satu produsen dunia minyak bumi dan industri pertambangan seperti nikel, alumunium dan palladium. Rusia dan Ukraina adalah eksportir utama gandum. Rusia juga produsen kalium karbonat (potash) bahan baku pupuk.

Baca Juga :   Axiata dan Sinar Mas Sepakati 2 MoU Menuju Merger Kedua Perusahaan untuk Beroperasi di Indonesia

Risiko perang, lanjut Eisha, akan dapat berdampak pada kenaikan harga minyak bumi yang diperkirakan meningkat mencapai lebih dari $100/barrel (the price of Brent oil) (February 24th, 2022). Sementara harga bahan bakar minyak meningkat di AS dan Eropa sebesar 30%.

“Jika konflik berkepanjangan, akan berdampak terhadap global supply chain. Supply chain saat ini telah mengalami hambatan logistik akibat Covid-19 yang memicu kenaikan harga komoditas. Jika supply komoditas dan logistik pengiriman terhambat, serta infrastruktur utama, seperti Pelabuhan di area Black Sea jika rusak akibat perang, maka negara maju dapat memberikan sanksi banned atas komoditas Rusia. Hal itu pasti akan memperburuk harga komoditas,” katanya.

Adapun dampaknya terhadap Indonesia, Eisya menyatakan akan terpengaruh perekonomian global (growth), dan memperlambat pemulihan ekonomi, terutama emerging market seperti Indonesia.

Leave a reply

Iconomics