Partisipasi Publik Minim Dalam Pembahasan RUU KUHP, Ini Harapan Anggota Komisi III

0
467
Reporter: Rommy Yudhistira

Pemerintah dan Komisi III DPR sudah sepakat membawa hasil pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk disahkan dalam rapat paripurna pada masa sidang ini. Meski demikian, persetujuan itu masih menunggu hasil keputusan dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

“Kesepakatan ini memang sudah kami sampaikan ke pimpinan DPR. Kesepakatan untuk mengesahkan perubahan KUHP itu di masa sidang ini. Di bulan Juli ini, kita tahu bahwa masa sidang ini akan berakhir pada tanggal 7 Juli 2022, kalau saya tidak salah,” kata anggota Komisi III Nasir Djamil dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Nasir menuturkan, pihaknya berharap DPR dan pemerintah mau membuka kembali pembahasan RKUHP tersebut agar publik bisa berpartisipasi membahasnya. Pasalnya, pembahasan RKUHP lewat panitia kerja (Panja) selama ini tertutup.

“Periode lalu itu Panja, di mana pemerintah diwakili oleh Prof. Muladi (Ketua Tim Perumus Revisi KUHP) itu kan tertutup,” ujar Nasir.

Menurut Nasir, keterlibatan publik dalam membahas RKUHP sebagai induk hukum pidana itu penting, terutama untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat. Di samping memuat harapan publik, RKUHP diharapkan menata kembali hukum.

Baca Juga :   Bawaslu Diminta Menjadi Wasit yang Adil Ketika Awasi Pemilu

Dengan demikian, kata Nasir, tidak ada alasan untuk tidak melibatkan partisipasi publik. “Mudah-mudahan saja pimpinan fraksi di DPR itu bisa mendengar aspirasi saya dan teman-teman dan juga teman-teman di luar DPR untuk bisa membahas kembali hal-hal yang barangkali perlu untuk dibahas,” kata Nasir.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej memaparkan 14 penjelasan soal isu-isu yang menjadi kontroversi di RKUHP. Pertama, soal the living law. Disebutkan dalam Pasal 2 yang dimaksud hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.

Kedua, mengenai pidana mati, dalam RUU KUHP ini pidana mati ditempatkan paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara dengan waktu tertentu selama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup.

Ketiga, menjelaskan tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Kemudian penjelasan keempat yaitu, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib. Penjelasan kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Penjelasan keenam mencakup unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.

Baca Juga :   Anggota Komisi VIII Ini Apresiasi Keseriusan Pemerintah Bahas RUU TPKS

Selanjutnya, ketujuh, contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan. Penjelasan kedelapan, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur, mengenai hal ini diusulkan untuk dihapus.

Kedelapan terkait isu tentang penodaan agama. Kesembilan Penganiayaan hewan. Ke-10 menjelaskan tentang penggelandangan tetap diatur RUU KUHP. Penjelasan ke-11 tentang Aborsi ditambahkan satu ayat yang menyatakan memberikan pengecualian apabila kedaruratan medis atau korban perkosaan. Ke-12 mencakup perzinahan melanggar nilai agama dan budaya. Ke-13 Kohabitasi dan ke-14 Perkosaan dalam perkawinan.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics