
Panja Komisi VII DPR Akan Bahas Lebih Luas dan Detail soal Vale Indonesia

Anggota Komisi VII Mukhtarudin/Iconomics
Panitia kerja (Panja) Komisi VII DPR akan mendalami persoalan PT Vale Indonesia Tbk yang sudah beroperasi sekitar 54 tahun di Indonesia. Hasil pendalaman Panja akan menjadi rujukan untuk memutuskan tahapan-tahapan perubahan kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Vale Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin mengatakan, pembentukan Panja akan dilakukan pada masa sidang yang akan datang. Dengan demikian, Panja yang bekerja dapat membahas lebih detail, luas, dan lebih komprehensif untuk mendalami persoalan Vale Indonesia.
“Jadi rekomendasi Panja itu tentu untuk melakukan pendalaman terkait manfaat yang diperoleh pemerintah dan masyarakat di sekitar wilayah operasi selama PT Vale Indonesia Tbk kurang lebih 54 tahun,” kata Mukhtarudin dalam keterangan resminya, Rabu (6/7).
Selain mendalami, kata Muhktarudin, Panja Vale Indonesia juga akan mengevaluasi izin pertambangan KK yang sudah dipegang perusahaan tambang tersebut di Sulawesi Selatan sejak 1968. Vale Indonesia berencana mengubah status dari KK menjadi IUPK di mana syaratnya harus mendivestasi saham. Sementara KK Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025.
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Pasal 112 menyebutkan bahwa, badan usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi yang sahamnya dimiliki asing, wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, dan badan usaha swasta nasional.
“Saya mendorong agar permasalahan ini dilanjutkan di Panja DPR, sehingga panja bisa cari solusi-solusi sebagai rekomendasi ke depannya,” tutur Mukhtarudin.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat umum, Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi meminta penjelasan Vale Indonesia soal konsesi yang sudah dipegangnya lewat KK sejak 1968 hingga 2022.
“Berapa yang sudah ditambang? Ini kita belum dapat gambaran. Karena kami akan dalami betul ini. Berapa sih konsesi yang dipegang Vale Indonesia dari 1968 hingga 2022? Berapa yang sudah dikerjakan, itu yang ingin kita lihat,” kata Bambang.
Menanggapi pertanyaan itu, Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, ketika perusahaan menandatangani KK pada 1968, mendapat jatah lahan sebesar 6,6 juta hektare. Seiring berjalannya waktu, dari 6,6 juta hektare itu menurun sekitar 118 ribu hektare lahan.
“Sekitar 118 ribu hektare ini dipertahankan untuk yang masuk ke dalam rencana jangka panjang kita. Area 118 ribu hektare mencakup 3 provinsi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara,” kata Febriany.
Sedangkan secara keseluruhan, kata Febriany, Vale hanya menggarap sekitar 16 ribu hektare. Dari jumlah itu, sekitar 5.000 hektare tambang aktif, 3.000 hektare sudah direklamasi, 5.000 hektare disposal area, dan sisanya digunakan untuk infrastruktur tambang.
Leave a reply
