Negara Diminta Pikirkan Penerimaan Cukai di Luar dari 3 Objek BKC Ini

0
576
Reporter: Kristian Ginting

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mendorong pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai (BKC) sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara. Soalnya, kenaikan tarif cukai rokok telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan.

Menurut Misbakhun, penerimaan cukai di Indonesia selama ini hanya mengandalkan 3 objek BKC yaitu cukai hasil tembakau (CHT), etil alkohol (EA) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Karena itu, negara diminta untuk memikirkan hak-hal yang substansial lainnya.

“Kami mendorong multi-stakeholders untuk mengkonsolidasikan kekuatan bersama untuk kepentingan negara yang sangat fundamental yaitu penerimaan negara yang sangat besar,” kata politikus Partai Golkar itu dalam sebuah acara diskusi beberapa waktu lalu.

Misbakhun karena itu mengingatkan para pengambil kebijakan negara jangan sampai terkooptasi oleh agenda-agenda global yang ingin menginfiltrasi kelangsungan ekosistem tembakau yang punya peran strategis bagi negara. Semisal, dorongan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai, dan masih banyak lagi.

“Proses membajak kebijakan negara yang seperti itu harus diluruskan,” kata Misbakhun.

Baca Juga :   DPR Sahkan RUU TNI Menjadi UU, Simak Perubahannya

Sementara itu, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah akan menghadapi ancaman apabila tidak hati-hati melindungi keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT). Pertama, ancaman dari dalam negeri di mana rokok ilegal akan marak, penyelundupan rokok, dan lain sebagainya.

Kedua, kata Hikmahanto, ancaman yang datangnya dari luar negeri. Pebisnis luar negeri ingin mengambil pangsa pasar yang ada di Indonesia.

“Di Indonesia pangsa pasar sangat luar biasa dan tentu merupakan sesuatu yang seksi. Hal ini sangat mungkin ada gangguan dari luar negeri. Ini yang perlu kita waspadai,” kata Hikmahanto.

Karena itu, kata Hikmahanto, pemerintah mampu merumuskan sebuah kebijakan terhadap IHT yang semangatnya kemandirian. Revisi PP No. 109 tahun 2012 yang saat ini, masih dibahas kementerian/lembaga terkait, itu menjadi ancaman bagi ekosistem tembakau.

Padahal, kata Hikmahanto, keberadaan PP 109/2012 ini sudah mengakomodasi banyak perjanjian antar negara yang berkaitan dengan hasil tembakau. Melalui perjanjian internasional, kemandirian/kedaulatan negara bisa dikerdilkan, karena mengikuti apa yang ditentukan perjanjian internasional tersebut.

Baca Juga :   6 Substansi UU HPP Versi Ditjen Pajak, Apa Saja?

Hikmahanto juga menyatakan, Indonesia sudah tepat tidak mengikuti pejanjian internasional FCTC dengan tetap teguh memegang kemandirian. “Saya tidak ingin Indonesia yang merupakan pangsa pasar besar yang memanfaatkan IHT tergantung ke negara-negara lain dan IHT kita bisa hancur. Maka itu, segala kepentingan mesti dilihat secara bersama, dan mudah-mudahan pemerintah sebagai regulator bisa membuat kebijakan yang adil buat semua,” kata Hikmahanto.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics