Naiknya Harga Sejumlah Komoditas Disebut Memukul Daya Beli Rakyat

0
426

Kenaikan harga komoditas strategis seperti pangan dan energi telah membawa dampak luas kepada rakyat Indonesia khususnya kalangan menengah ke bawah. Kenaikan harga itu memukul daya beli mayoritas masyarakat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.

“Ada sekitar 115 juta kelas menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah kebawah yang terguncang dengan persoalan kenaikan harga ini. Pemerintah harus cek, dan temukan solusi agar persoalan ini tidak terus berlanjut,” kata anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin dalam keterangan resminya seperti dikutip situs resmi DPR, Senin (4/4).

Akmal mengatakan, daya beli masyarakat kini terpukul lantaran sejumlah harga pangan seperti minyak goreng hingga cabai rawit merah masih tinggi. Di sisi lain, pemerintah menempuh kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax (RON 92) serta solar non-subsidi dan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

Untuk BBM jenis solar subsidi, kata Akmal, sulit untuk didapatkan alias langka. Padahal, BBM tersebut menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.

Baca Juga :   Pertamina Pastikan Tetap Sediakan BBM Jenis Premium

Pun demikian dengan harga minyak goreng. Janji pemerintah untuk menyediakan subsidi dengan harga Rp 14 ribu per liter, kata Akmal, hanya isapan jempol belaka. Kenyataannya harga minyak goreng curah masih terpantau dengan harganya Rp 19.875 per kilogram.

Sedangkan minyak goreng kemasan premium melimpah di pasar dengan harga hingga Rp 50 ribu rupiah per 2 liter. Menurut Akmal, ada kondisi rakyat tidak punya pilihan dalam membeli produk pangan berupa minyak goreng ini.

“Di sisi lain ada janji minyak goreng dengan harga ketetapan pemerintah, tapi barangnya tidak ada. Ini sama saja omong kosong,” ujar Akmal.

Karena itu, kata Akmal, pihaknya mengusulkan agar semua komoditas strategis seperti pangan dan energi, harganya ditentukan pemerintah. Soalnya, harga minyak goreng yang berkuasa menentukannya adalah swasta sehingga pemerintah dinilai tidak bisa mengendalikannya.

Seharusnya, kata Akmal, pemerintah mampu mengendalikan minyak goreng subsidi mulai dari harga hingga ketersediaanya, termasuk distribusinya. Dengan kondisi yang ada saat ini, maka gini rasio dipastikan meningkat tajam.

Baca Juga :   Ketua DPR: Masa Reses Momentum Anggota DPR Utamakan dan Serap Aspirasi Rakyat

“Yang kekurangan semakin menderita, dan ada sebagian orang yang meningkat kekayaannya akibat pandemi. Tapi pemerintah mesti sadar, bahwa peningkatan jumlah penduduk miskin makin besar, sehingga perlu keterampilan tingkat tinggi di kabinet pemerintah ini untuk mengatasi persoalan mundurnya kualitas SDM negara kita akibat kemiskinan,” katanya.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics