Menyoal Definisi Angkutan Umum Konvensional dan Online Dalam Revisi UU LLAJ

0
536
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi V DPR Hamka Baco Kady mempersoalkan definisi transportasi angkutan umum baik konvensional maupun berbasis aplikasi online. Definisi itu terutama terkait dengan hal-hal keamanan dan keselamatan penumpang angkutan umum itu.

Soal definisi angkutan umum itu, kata Hamka, akan menjadi masukan untuk dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

“Apakah angkutan online dan offline ini, terutama kalau kita definisikan apakah mengarah kepada definisi transportasi itu cirinya adalah keselamatan dan seterusnya?” kata Hamka di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/6).

Hamka menuturkan, definisi angkutan umum itu diharapkan mendapat titik terang sehingga diatur dalam suatu perundang-undangan. Dengan demikian, ketika definisinya sudah dibuat, maka norma dan polisi lalu lintasnya bisa disusun.

“Itu bisa kita selesaikan, tapi kalau normanya saja yang jelas tidak bisa ketemu ini ke belakangnya juga tidak akan ketemu,” ujar Hamka.

Sementara itu, pakar penerbangan dan transportasi Alvin Lie mengatakan, definisi angkutan umum baik roda 2 maupun roda 4 dapat diatur dengan syarat-syarat khusus agar masuk dalam kategori angkutan umum konvensional dan berbasis aplikasi online. Sebagai contoh, terkait kapasitas, daya angkut, dan aspek keamanan serta keselamatan penumpang.

Baca Juga :   Komisi VII Setujui Gunakan UU Minerba Selesaikan Polemik Larangan Ekspor Mineral

“Jadi tidak setiap roda 2. Harus ada syarat-syarat khususnya. Misalnya yang akan digunakan untuk angkutan umum, itu syaratnya beda dengan sepeda motor yang untuk angkutan sehari-hari. Sepeda motor balap itu jelas tidak bisa untuk angkutan umum. Ini yang harus dibahas secara teknis,” kata Alvin.

Khusus soal angkutan umum berbasis aplikasi online, Alvin menyoal izin dan regulasinya sama seperti aplikasi toko online atau e-commerce. Seharusnya izin angkutan online memiliki regulasi khusus yang diatur oKementerian Perhubungan bukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

“Toko online yang menentukan harganya adalah pemilik tokonya, angkutan online yang menentukan harga bukan pemilik kendaraannya. Yang menentukan harga, perusahaan aplikasinya. Ini rancunya di sana. Seharusnya angkutan mau online, mau offline itu aspek angkutannya ada di Kemenhub,” kata Alvin.

Penggunaan kendaraan pun, kata Alvin, yang tidak sesuai seperti sepeda motor yang digunakan untuk angkutan barang, juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk berjualan.

“Jadi sudah saatnya kita meninjau kembali, supaya memberikan kepastian hukum bagi warga kita. Apa yang boleh, apa yang tidak boleh. Boleh tapi ada syaratnya. Selama syaratnya dipenuhi silakan. Kalau syaratnya tidak dipenuhi berarti melanggar,” tutur Alvin.

Leave a reply

Iconomics