
Menkominfo Mendukung Dewan Pers dan Konstituen Siapkan Rumusan Awal Regulasi Hak Penerbit

Menkominfo Johnny G Plate (kiri) dan Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo (kanan)/Dok. Kominfo
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengajak semua pihak untuk meningkatkan kerja sama penyiapan regulasi hak penerbit untuk menghadirkan konvergensi industri media di Indonesia. Pada puncak acara Peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2022 lalu, Presiden Joko Widodo memberikan dukungan atas perumusan regulasi hak penerbit atau publisher rights.
“Publisher rights bukan untuk mengatasi dominasi di saat munculnya the new e-commerce over the top. Tapi untuk membangun satu konvergensi industri media untuk menjaga agar lapangan usaha lebih berimbang, agar bisa hidup bersama-sama, yang saling memperkuat antara konvensional media dengan the new e-commerce over the top,” kata Menkominfo dalam keterangan tertulis.
Usai pertemuan dengan Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (21/03/2022), Menkominfo mengatakan Dewan Pers dan konstituen telah bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran untuk menyusun naskah akademik berkaitan dengan regulasi hak penerbit. Menkominfo menyatakan naskah akademik tersebut ditargetkan rampung dalam dua minggu ke depan.
“Dalam rapat bersama Dewan Pers dan konstituen Dewan Pers, masih ada beberapa hal yang harus perlu disempurnakan. Mudah-mudahan dalam dua minggu ke depan kita bisa menyelesaikan naskah akademiknya,” kata Menteri Johnny.
Dari naskah akademik tersebut, Menteri Johnny menyatakan akan mengusulkan langsung kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta hak inisiatif mengusulkan payung hukum berkaitan dengan publisher rights yang relevan. Menurut Menkominfo, terkait dengan publisher rights dan digital tersebar di banyak undang-undang.
Menkominfo menjelaskan salah satu alternatif pengaturan hak penerbit dengan mengaitkan pada payung hukum yang sudah ada. Menteri Johnny menyebutkan beberapa regulasi yang sudah ada antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, maupun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Jika pilihan dalam bentuk undang-undang, tentu akan berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Apakah undang-undang baru atau revisi terhadap berbagai undang-undang? Untuk sementara ini, pilihan teknis yang paling mungkin adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, ini yang sedang kita exercise draft RUU-nya dalam bentuk dua payung ini,” kata Johnny.
Mengenai target implementasi payung hukum publisher right, Menteri Johnny menegaskan hal itu akan bergantung pada pilihan yang diusulkan. Bentuknya undang-undang atau peraturan turunannya.
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo menjelaskan implementasi payung hukum publisher right tidak hanya menjadi kebutuhan di Indonesia. Kebutuhan itu telah menjadi fenomena global baik di Eropa, Australia, Kanada dan beberapa negara lain yang mengadopsi publisher right dalam konteks nasional.
“Jadi regulasi ini bukan regulasi yang menegaskan sikap antiplatform (digital), bukan sikap menutup diri dari transformasi digital. Tetapi untuk menciptakan sistem media yang seimbang dan setara,” tandasnya.
Agus Sudibyo menjelaskan tentang kesetaraan perlakuan kepada industri media dan platform digital. Menurutnya, ketika industri media massa ketika membuat kesalahan dalam pemberitaan maupun konten, maka ada undang-undang yang mengatur seperti Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran.
Menurutnya, intinya media massa bertanggung jawab atas konten yang mereka sebarkan. Demikian juga platform global bertanggung jawab atas konten yang turut mereka sebarkan, meskipun itu bukan mereka yang membuat konten.
“Jadi similarity equality antara publisher dan platform ini yang ditekankan dalam undang-undang ini,” kata Agus.
Leave a reply
