
Lanjutan Uji Materiil UU Pemilu, Ketum PBB: Ada Sisi Gelap Pemilu Suara Terbanyak

Tangkapan layar, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra/Iconomics
Sidang uji materiil Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menghadirkan Partai Bulan Bintang (PBB) dan Derek Loupatty serta kawan-kawan sebagai pihak terkait di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyampaikan, 4 kali pemilu dengan suara terbanyak menunjukkan sisi gelap dari sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional terbuka, kata Yusril, awalnya bertujuan menghilangkan jarak antara pemilih dan kandidat wakil rakyat, tapi kini memunculkan jarak dan melemahkan posisi partai politik. Partai politik tidak lagi fokus mengejar fungsi asasinya sebagai penyalur pendidikan dan partisipasi yang benar.
“Partai politik tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas program-programnya yang mencerminkan ideologi partai, melainkan sekedar fokus untuk mencari kandidat-kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak. Di sinilah letak pelemahan partai politik itu terjadi secara struktural,” kata Yusril dalam sidang MK di Jakarta, Rabu (8/3).
Partai politik, kata Yusril, juga tidak lagi fokus membina para kader muda untuk kepentingan jangka panjang yang berkaitan dengan ideologi partai. Akibat sistem tersebut, partai politik lebih fokus mencari jalan pintas dengan memburu kader-kader populer dan berkemampuan finansial yang baik untuk mendanai kebutuhan partai.
“Kader-kader terbaik yang ideologis, punya kapasitas untuk bekerja namun tidak begitu populer perlahan-lahan tersingkir dari lingkaran partai dan digantikan figur-figur terkenal yang nyatanya belum tentu bisa bekerja dengan baik,” ujar Yusril.
Selanjutnya, kata Yusril, sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu, telah mereduksi kedudukan partai politik dari posisinya selaku kontestan pemilu yang memiliki program dan kader. Peran tersebut direduksi lantaran partai politik hanya bekerja sebagai promotor yang keberhasilan atau keterpilihan kader yang diusung, ditentukan suara terbanyak pemilih itu sendiri.
Menurut Yusril, itu bertentangan dengan konsep kedaulatan rakyat yang diatur Pasal 1 Ayat 2, Ayat 3; Pasal 6A Ayat 2; Pasal 22E Ayat 1, 2, 3; dan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. Dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 telah menegaskan bahwa kedaulatan yang berada di tangan rakyat itu tidak dilaksanakan seluruh rakyat Indonesia, melainkan dilaksanakan menurut cara yang telah ditentukan UUD yakni ketentuan Pasal 6A Ayat 2, Pasal 22E Ayat 2, dan 3 UUD 1945 dilaksanakan partai politik melalui kepesertaannya di pemilu untuk memilih DPR, DPRD, presiden dan wakil presiden.
“Bahwa dengan begitu besar dan dominannya peran dari partai politik bagi negara demokrasi menjadi terdengar aneh ketika partai politik direduksi perannya sebatas pengusung kandidat saja, dan tidak memiliki peran sama sekali untuk menentukan atau memutuskan siapa calon kandidat yang benar-benar akan duduk di pos jabatan politik yang diperebutkan,” tutur Yusril.
Sementara itu, Heru Widodo sebagai kuasa hukum Derek Loupatty dan kawan-kawan mengatakan, pihak terkait mengeksepsi para pemohon karena tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut. Dasar argumentasinya, pertama, sistem proporsional terbuka mewujudkan keinginan rakyat untuk memilih wakil yang diajukan partai politik dalam pemilu sesuai dengan kehendak dan keinginan pemilih.
Kedua, sistem proporsional tersebut dinilai dapat mewujudkan harapan rakyat agar wakil yang terpilih tidak hanya mengutamakan kepentingan partai politik tetapi juga mampu membawa aspirasi dari rakyat yang memilih tersebut.
Ketiga, dengan adanya sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas dapat memilih dan menentukan calon yang dipilih. “Dalam standing-nya sebagai pemilih aktif tentu saja para pemohon lebih mendapatkan keuntungan karena mendapatkan pilihan wakil yang lebih terbuka,” ujar Heru.
Keempat, pemilih mendapatkan kemudahan untuk menentukan wakil yang dipilihnya secara langsung, sehingga kemenangan calon untuk dipilih tidak lagi digantungkan kepada partai. Kemenangan tersebut, dapat ditentukan berdasarkan besarnya dukungan suara pemilih yang diberikan kepada calon.
“Alasan yang kelima, dalam sistem proporsional terbuka hasilnya akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak dipilih yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak,” tutur Heru.
Leave a reply
