Komisi VII Dalami Manfaat Vale Indonesia Selama 54 Tahun Beroperasi di RI

0
547
Reporter: Rommy Yudhistira

PT Vale Indonesia Tbk diminta menjelaskan konsesi yang sudah dipegang perusahaan tambang tersebut selama mendapatkan kontrak karya (KK) sejak 1968 hingga 2022. Ini menjadi penting karena Komisi VII DPR lewat panitia kerja (Panja) ingin mendalami manfaat untuk pemerintah dan masyarakat selama 54 tahun perusahaan itu beroperasi di Indonesia.

“Berapa yang sudah ditambang? Ini kita belum dapat gambaran. Karena kami akan dalami betul ini. Berapa sih konsesi yang dipegang Vale Indonesia dari1968 hingga 2022? Berapa yang sudah dikerjakan, itu yang ingin kita lihat,” kata Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7).

Berdasarkan hasil kesimpulan rapat di Komisi VII pada 2 Juni lalu, kata Bambang, pihaknya ingin mendalami masalah itu. Bahkan Komisi VII meminta pemerintah untuk memperpanjang KK menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Vale Indonesia yang akan berakhir pada 28 Desember 2025, sebelum seluruh permasalahan yang mengemuka dapat diselesaikan dengan baik.

“Untuk diketahui, kalau Panja itu jauh lebih dalam untuk mengevaluasi suatu pokok masalah. Jadi kami pasti akan memanggil BPK, mungkin juga lingkungan hidup, karena kemarin dari wilayah atau DPRD sudah mengadukan (masalah lingkungan). Nanti akan kita cek silang mana yang benar,” kata Bambang.

Baca Juga :   Komisi VI Terima dan Pahami PMN yang Diajukan Perumnas, Begini Peruntukannya

Dalam penjelasannya, Direktur Utama Vale Indonesia Tbk Febriany Eddy mengatakan, ketika perusahaan menandatangani KK pada 1968, mendapat jatah lahan sebesar 6,6 juta hektare. Seiring berjalannya waktu, dari 6,6 juta hektare itu menurun sekitar 118 ribu hektare lahan.

“Sekitar 118 ribu hektare ini dipertahankan untuk yang masuk ke dalam rencana jangka panjang kita. Area 118 ribu hektare mencakup 3 provinsi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara,” kata Febriany.

Sedangkan secara keseluruhan, kata Febriany, Vale hanya menggarap sekitar 16 ribu hectare. Dari jumlah itu, sekitar 5.000 hektare tambang aktif, 3.000 hektare sudah direklamasi, 5.000 hektare disposal area, dan sisanya digunakan untuk infrastruktur tambang.

Untuk wilayah Sulawesi Selatan, kata Febriany, infrastruktur tambang Vale seluas 7.498 hektare, fasilitas lingkungan 7.507 hektare, rencana tambang 20.654 hektare, target eksplorasi 14.188 hektare, tangkapan air PLTA 5.708 hektare, sabuk hijau 3.068 hektare, dan konektivitas sebesar 11.942 hektare. Total keseluruhan menjadi 70.566 hektare.

“Untuk infrastruktur tambang dan lingkungan itu 22%, karena ini memang banyak sekali sungai, area penyangga yang semua harus masuk di dalam proteksi kita, termasuk PLTA, dan aliran sungai yang masuk ke dalam PLTA. Kemudian, untuk rencana tambang 20 ribu hektare dari 70 ribu tersebut. Target eksplorasi kita masih ada di 14 ribu hektare saat ini,” ujar Febriany.

Baca Juga :   Komisi VI DPR Janji Akan Perhatikan Masalah yang Dihadapi Asosiasi Pengusaha

Di Sulawesi Tengah, kata Febriany, Vale Indonesia memegang lahan tambang seluas 22.699 hektare. Untuk infrastruktur tambang seluas 1.740 hektare, fasilitas lingkungan 1.675 hektare, rencana tambang 9.378 hektare, target eksplorasi 6.046 hektare, hutan primer 1.371 hektare, konektivitas 2.224 hektare, dan area pemukiman seluas 265 hektare.

“Sulawesi Tengah itu terakhir dilepas blok besar, di blok IV, itu di tahun 2014. Jadi yang kami pertahankan itu, blok I, II, III. Nanti semua akan dipakai untuk feeding ke pabrik kami di Morowali. Tahun ini sudah jalan konstruksinya, jadi harapan kami 3 tahun ke depan ini semua bisa diarahkan ke sana,” kata Febriany.

Selanjutnya, untuk wilayah Sulawesi Tenggara, kata Febriany, total lahan Vale Indonesia seluas 24.752 hektare. Untuk infrastruktur tambang 1.630 hektare, fasilitas lingkungan 745 hektare, rencana tambang 5.508 hektare, target eksplorasi 1.882 hektare, area tidak potensial 6.502 hektare, hutan primer 853 hektare konektivitas 3.239 hektare, dan area pemukiman 4.392 hektare.

“Sulawesi Tenggara ini ada area yang cukup besar di pemukiman itu 4 ribu lebih hektare, itu karena dulu memang ada rencana mau bangun di situ, tapi kemudian atas arahan Bapak Bupati, jadi lebih baik dibikin di selatan, karena area itu akan menjadi area pemukiman. Jadi kami pindah, tapi belum sempat kami lepas,” katanya.

Baca Juga :   HUT ke-90, Pemuda Muhammadiyah Diajak Renungkan Ucapan Bung Karno Bangun Bangsa

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics