
Komisi VI Desak Pemerintah Awasi Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Bahan Pokok di Bulan Ramadhan Ini

Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima/Iconomics
Komisi VI DPR mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam mengawasi ketersediaan stok, distribusi, dan stabilisasi harga pangan dan bahan pokok. Dan, strategi untuk mengatasi isu harga pangan dan bahan pokok tersebut khusus dilakukan pada momen bulan Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri 2024/1445 Hijriah.
“Intinya ada problem faktual dan future. Yang future problem akan kita atasi secara lebih khusus terkait dengan stakeholder yang ada,” kata Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3).
Untuk Kementerian Perdagangan (Kemendag), kata Aria, perlu menyiapkan mitigasi risiko jangka pendek, menengah, dan panjang. Kemendag pun diharapkan melaporkan secara berkala kepada Komisi VI.
“Terutama dalam mengantisipasi kenaikan harga bahan pangan, sehingga inflasi dan stok barang dapat dikendalikan,” ujar Aria.
Kemudian, kata Aria, Komisi VI meminta Kemendag, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Id Food), Perum Bulog, dan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk mengawasi ketersediaan stok, distribusi, stabilisasi harga pangan, dan bahan pokok dalam menghadapi bulan Ramadhan di tahun ini. “Ini secara khusus dan mendesak yang terkait dengan faktual problem tadi ego sektoral saat ini memang perlu lebih dikesampingkan,” ujar Aria.
Masih kata Aria, Komisi VI meminta Perum Bulog memprioritaskan penyerapan gabah petani lokal, dan tidak melakukan impor beras di masa panen raya. “Komisi VI meminta Kemendag PT RNI (Id Food), Perum Bulog, dan PTPN III untuk memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu paling lama 5 hari kerja atas pertanyaan anggota Komisi VI DPR,” ujar Aria.
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, masalah harga dan ketersediaan beras saat ini karena soal permintaan dan penawaran kebutuhan beras. Rendahnya ketersediaan beras menjadi salah satu masalah yang harus segera diatasi.
“Sekali lagi supply dan demand, panennya pindah waktu pasti pasokannya berkurang, karena pasokannya berkurang kalau kita mintanya itu terus maka harga akan naik,” kata Zulkifli.
Masalah tersebut, kata Zulkifli, juga terjadi di tingkat retail modern di mana saat ini ketersediaan beras premium sulit untuk didapatkan. Naiknya harga eceran tertinggi (HET) menjadi salah satu faktor tidak adanya ketersediaan beras di retail pasar modern
Meski demikian, kata Zulkifli, pihaknya sudah menunjuk Perum Bulog untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mendistribusikan beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dan beras medium ke retail modern.
“Mereka tidak mau beli lagi, karena harganya sudah melampaui HET. Misalnya HET itu Rp 69 ribu per 5 kg, harga pasaran sudah mencapai Rp 90 ribu per 5 kg. Otomatis retail modern tidak mau. Ada yang mau tapi menjualnya di atas harga eceran,” kata Zulkifli.
Leave a reply
