
Kejagung Harus Buktikan Kesepakatan Jahat Kasus Migor, Jika Tidak Itu Hanya Administrasi

Tangkapan layar, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah/Iconomics
Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya periode Januari-Maret 2022 masih terus berlanjut. Bahkan penyidik mendalami adanya dugaan gratifikasi, suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus itu.
“Semua masih sedang didalami, harap bersabar ya penyidik masih bekerja,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana seperti dikutip Tempo, Minggu (24/4).
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, keempat tersangka dalam kasus ini dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tahun 2001. Sebagaimana diketahui, apabila para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor, maka harus terlebih dahulu memenuhi unsur kerugian negara.
“Penyidik Kejagung sebelum menetapkan para tersangka sudah terlebih dahulu memegang keterangan ahli mengenai perekonomian negara. Berdasarkan hal itu, kualifikasi sangkaan awal Pasal 2 dan Pasal 3 yang menyangkut dengan kerugian perekonomian negara sudah terpenuhi,” kata Febrie yang belum bisa menyebutkan nilai kerugian perekonomian yang ditanggung negara.
Secara terpisah, pengamat hukum pidana dari UPN Veteran Jakarta, Beniharmoni Harefa berpendapat, meski para tersangka telah ditetapkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, maka penyidik masih bisa mengembangkan pendalamannya terkait dugaan gratifikasi dalam kasus itu. Yang penting, penyidik bisa membuktikan adanya kesepakatan jahat para tersangka yang terdiri atas pejabat dan pihak swasta dalam kasus itu.
“Kalau tak terbukti, maka ini sebenarnya hanya masalah pelanggaran administrasi sehingga bukan menjadi tindak pidana,” kata Beni saat dihubungi, Minggu (24/4).
Begitu pula dengan kerugian negara atau perekonomian negara, kata Beni, penyidik harus bisa menghitung nilai aktualnya. Sebab, merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016 telah mencabut frasa “dapat” dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.
“Dengan kata lain, harus dibuktikan kerugian negara yang nyata. Bukan lagi perkiraan atau potensi kerugian negara atau perekonomia negara,” kata Beni.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari hingga Maret 2022. Keempat tersangka itu adalah Indrasari Wisnu Wardhana (Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; dan Manager General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor, dengan beberapa ketentuan perdagangan yang dijadikan dasar oleh penyidik sebagai perbuatan melawan hukum.
Leave a reply
