
Hujan Interupsi soal Kenaikan Harga BBM Warnai Sidang Paripurna DPR

Anggota Komisi VII Ratna Juwita Sari/Iconomics
Sidang paripurna DPR yang digelar pada Selasa (6/9) ini diwarnai dengan hujan interupsi. Sedianya agenda sidang paripurna kali ini mengambil keputusan tingkat II terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2021.
Meski RUU itu pada akhirnya disetujui menjadi UU, beberapa anggota DPR menyampaikan interupsi berkaitan dengan keputusan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Sabtu (3/9) lalu. Anggota Komisi VII Ratna Juwita Sari, misalnya, bertanya soal bantalan sosial yang diberikan pemerintah untuk menaikkan daya beli masyarakat selepas kenaikan harga BBM dan perekonomian yang belum pulih karena pandemic Covid-19.
Menurut Ratna, isu kenaikan harga BBM ini jangan sampai digunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendelegitimasi pemerintah yang telah bekerja keras untuk bangkit dari situasi keterpurukan akibat pandemi Covid-19. “Karenanya, kami dari Fraksi PKB berpendapat bahwa ini adalah momentum yang tepat untuk mulai mengubah arah prioritas kebijakan,” kata Ratna.
Menurut Ratna, keputusan menaikkan harga BBM belum melalui pembahasan secara formal antara pemerintah dan DPR. Karena itu, masyarakat diminta memahami kondisi tersebut.
“Harga BBM bersubsidi dan non-subsidi yang sekali lagi kami tegaskan ini belum melalui pembicaraan secara formal dari institusi kepada kami selaku legislatif. Ini yang harus digaris bawahi dan diketahui oleh masyarakat seluruh Indonesia,” kata Ratna.
Selanjutnya, anggota Komisi IV Luluk Nur Hamidah khawatir akan dampak kenaikan BBM mendorong kenaikan inflasi. Juga membawa pengaruh yang cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Mari kita bayangkan dengan naiknya harga-harga pangan yang melambung. Bagaimana penderitaan ibu-ibu yang selama ini sudah menjerit yang selalu naik turun tidak menentu,” kata Luluk.
Sedangkan, anggota Komisi IV Suhardi Duka mendesak Presiden Joko Widodo menambah anggaran subsidi pupuk, dan anggaran sektor pertanian, yang dinilai belum cukup untuk menjaga ketahanan pangan di tengah situasi yang tidak menentu saat ini. Pemerintah juga perlu menerbitkan kebijakan khusus yang memihak petani dan nelayan agar diberikan kemudahan untuk memperoleh BBM bersubsidi yang dinilai sulit didapatkan.
“Kami menyampaikan bahwa tuntutan para pengunjuk rasa yang telah mengelilingi kantor DPR ini, salah satunya adalah agar DPR membentuk Pansus BBM. Hal ini kami sambut baik dan mohon mendapat perhatian dari pimpinan,” kata Suhardi.
Kemudian, anggota Komisi V DPR Willem Wandik menyebutkan dampak kenaikan harga BBM terhadap transportasi umum. Dampak kenaikan BBM pada sektor layanan transportasi akan berimbas pada daya beli masyarakat yang dinilai masih belum pulih di tengah situasi pandemi Covid-19. Terlebih dalam waktu dekat pemerintah akan mengumumkan kenaikan tarif ojek online yang dinilai semakin memberatkan kondisi perekonomian masyarakat.
“Dalam 2 hari ke depan pemerintah juga akan mengumumkan kenaikan tarif ojek ojol. Jika BBM naik, tarif ojol, angkutan umum akan naik dan juga harga barang dan jasa naik dan memberikan dampak yang besar terhadap daya beli masyarakat yang akan tertekan dua kali lipat,” kata Willem.
Protes atas kenaikan harga BBM itu juga disampaikan Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto. Fraksi PKS, kata Mulyanto, dengan tegas menolak kenaikan harga BBM sehingga memutuskan untuk keluar dari sidang paripurna DPR.
“Ini jelas-jelas memberatkan masyarakat. Hari ini di depan demo terus menerus dilakukan oleh masyarakat. Kami mendukung demo-demo masyarakat atas penolakan ini. dengan ini Fraksi PKS menyatakan walk out dari forum ini. Demikian terima kasih,” kata Mulyanto.
Leave a reply
