Dituding Bertanggung Jawab soal Penurunan IPK, Ketua KPK Klaim Sudah Bekerja

0
224
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebesar 4 poin sungguh menyedihkan dan bikin kaget. Apalagi 3 hal meliputi The International Country Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, dan PERC Asia Risk Guide yang menjadi tolok ukur IPK semuanya mengalami penurunan.

“Kita bersedih, kita kaget, sebagaimana Pak Deputi Pencegahan (dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan) juga kaget ketika kita mendapati pengumuman bahwa IPK kita tahun 2022 mengalami penurunan skor yang cukup tajam,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2).

Penurunan IPK itu, kata Arsul, lantas membuat publik menyalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu sebabnya, KPK perlu menjelaskan mengenai hal itu, sehingga publik dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Saya berharap, Pak Ketua KPK (Firli Bahuri) ini harus menjelaskan kepada publik, bahwa persoalan penurunan IPK itu juga terkait dengan perilaku, rumpun kekuasaan eksekutif secara keseluruhan, terutama rumpun kekuasaan penyelenggara negara secara keseluruhan, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, tapi terutama yang eksekutif. Ini yang menyebabkan justru turun banyak,” ujar Arsul.

Baca Juga :   Oikocredit Umumkan Pembiayaan Setara Rp 42 M kepada Validus Lewat Batumbu Dukung UMKM di Indonesia

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi hal-hal yang menurunkan IPK Indonesia. Dari indikator The International Country Risk Guide, misalnya, dinilai masih adanya suap pada perizinan ekspor, impor, proses pemeriksaan pajak, dan perlindungan policy, serta pinjaman atau loan.

Kemudian, kata Firli, adanya hubungan antara kolega politik dengan bisnis yang meliputi sistem kroni, nepotisme, reservasi jabatan, imbal bantuan, dan pendanaan rahasia. “Itu yang bisa kita ungkap, lebih itu kita tidak bisa,” ujar Firli.

Selanjutnya, kata Firli, dari persepsi penilaian IMD World Competitiveness Yearbook, KPK menemukan adanya suap yang dilakukan para pebisnis, termasuk untuk memperlancar proses perizinan untuk usaha. Kendati tindakan demikian dinilai sebagai suap dan bagian dari korupsi, namun itu tetap dilakukan.

“Alasannya macam-macam, memang karena diminta, karena kasihan, dan saya memang butuh, karena dipercepat. Jadi tidak hilang, suap berupa gratifikasi, itu tidak hilang, walau kemudahan perizinan sudah ada,” kata Firli.

Terakhir dari persepsi PERC Asia Risk Guide, kata Firli, pihaknya menemukan persepsi korupsi tersebut terjadi pada kalangan eksekutif lokal, akademisi, dan ekspatriat. Berdasarkan hal tersebut, KPK lantas menetapkan 3 sektor prioritas yaitu dunia usaha, sektor politik, dan sektor layanan publik untuk diselesaikan.

Baca Juga :   IBM Kenalkan Hybrid Cloud Build Team untuk Modernisasi Ekosistem Mitra di Indonesia

“Karena itu, sebenarnya KPK sudah kerja, di bidang politik, fakta integritas kita kerjakan, kalau seandainya sekarang Pak Arsul Sani kira-kira membuat kesimpulan, KPK tidak kerja mohon dicabut pak persepsi itu, karena kita sudah kerja,” kata Firli.

Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) mengumumkan IPK Indonesia pada 2022 mengalami penurunan sebesar 4 poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021. Data TII menunjukkan 3 hal yang menjadi tolok ukur penurunan IPK Indonesia yaitu The International Country Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, dan PERC Asia Risk Guide semuanya mengalami penurunan.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics