
Anggota Banggar DPR Ini Beberkan Alasan Perubahan Struktur APBN 2022

Anggota Komisi VII Mukhtarudin/Iconomics
Perubahan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 disebutkan untuk menopang daya beli masyarakay dan memulihkan ekonomi selepas pandemi Covid-19. Perubahan tersebut juga untuk mendorong tersedianya alokasi untuk menampung kebutuhan belanja subsidi, kompensasi bahan bakar minyak serta listrik, dan penebalan perlindungan sosial.
“Jadi, usulan pemerintah terkait perubahan tersebut berkonsekuensi pada perubahan pos belanja secara keseluruhan,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Mukhtarudin dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Perubahan postur APBN 2022, kata Mukhtarudin, juga dipengaruhi adanya kenaikan harga minyak mentah dunia, yang membuat pengeluaran untuk subsidi membengkak. Naiknya harga minyak mentah membuat subsidi harus ditambah menjadi Rp 74,9 triliun dengan rincian, subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun, serta subsidi listrik Rp 3,1 triliun.
Di samping itu, lanjut Mukhtarudin, perubahan juga terjadi dari sisi asumsi harga minyak atau Indonesian Crude Price (ICP) dari yang sebelumnya sebesar US$ 63 per barel, kini menjadi US$ 100 per barel. Kemudian, pendapatan negara mengalami perubahan dari Rp 1.846,1 triliun menjadi Rp 2.266,2 triliun dan belanja negara dari Rp 2.714,2 triliun menjadi RP 3.106,4 triliun.
Sedangkan untuk alokasi perlindungan sosial, kata Mukhtarudin, pemerintah menambah anggaran sebesar 18,6 triliun. Alokasi anggaran pendidikan mengalami kenaikan yang semestinya 20% dari total jumlah APBN menjadi Rp 23,9 triliun.
Mukhtarudin menyebutkan, perubahan pos belanja negara juga memiliki konsekuensi terhadap penyerapan tambahan pengurangan saldo anggaran lebih (SAL) senilai Rp 50 triliun. Penambahan pos belanja negara juga seiring dengan kenaikan pendapatan senilai Rp 420 triliun sehingga menjadi Rp 2.266 triliun dari sebelumnya Rp 1.846 triliun.
Kenaikan pendapatan negara, kata Mukhtarudin, dihasilkan dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta kenaikan komoditas ekspor seperti minyak sawit (CPO) dan batu bara. Selain itu, defisit anggaran periode 2022 juga diperkirakan mengalami penurunan dari yang sebelumnya 4,89% dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 4,3 hingga 4,5% dari PDB.
“Hal ini dilakukan dalam merespons situasi pandemi yang penuh ketidakpastian. Untuk kebijakan antisipatif, menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan kesehatan APBN,” katanya.
Leave a reply
