2 Isu Besar Ini Dinilai Membuat BUMN Tidak Berjalan Sebagaimana Mestinya

0
845
Reporter: Rommy Yudhistira

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya berdasarkan hambatan yang ada. Setidaknya ada 2 isu besar yang terkait dengan hambatan yang ada.

Menurut anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid, isu pertama bahwa BUMN memiliki masalah dengan 2 beban yang mereka tanggung. Beban pertama itu terkait dengan social contribution lewat public service obligation (PSO) dan beban kedua mengenai economics contribution melalui kegiatan ekonomi yang dalam prosesnya dituntut untuk menyerahkan dividen laba dan sebagainya.

Sementara itu, kata Nusron, isu kedua merupakan turunan dari 2 beban BUMN di mana dalam praktiknya BUMN dinilai belum murni diperlakukan sebagai business judgment rule.

“BUMN kita karena ada standar PSO tadi, masih sering di-treatment dengan government judgment rule seakan-akan diperlakukan seperti birokrasi dan diperlakukan seperti negara, padahal ini adalah entitas bisnis. Itu yang membuat tidak bisa lari cepat,” ujar Nusron dalam diskusi bertajuk Building Brand Equity Through Corporate Communications yang digelar The Iconomics secara hybrid, Jakarta, Selasa (12/10).

Baca Juga :   Kinerja InJourney Mengkilap di Kuartal III-2023

Karena itu, kata Nusron, pokok permasalahan 2 isu yang membuat Kementerian BUMN tidak berjalan dengan cepat lantaran keuangan negara yang sudah dipisahkan dalam bentuk entitas saham negara kepada korporasi, masih menjadi bagian dari keuangan negara. Jadi, meski semisal PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau PT BRI (Persero) Tbk keuangannya sudah memutar sedemikian rupa, bermetamorfosis sedemikian rupa, karena dari awal ada uang negara yang dipisahkan masuk di situ, itu kemudian menjadikan landasan.

“Dijadikan, mengenakan government judgment rule, tidak bisa menggunakan murni business judgement rule,” ujar Nusron.

Di samping itu, menurut Nusron, adanya dampak dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang diturunkan lagi dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Di dalam Pasal 85 dijelaskan bahwa objek pemeriksaan daripada pertanggungjawaban keuangan negara yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah ditentukan di dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 2 ayat 1 poin g dijelaskan bahwa keuangan negara yang telah dipisahkan tetap menjadi objek pemeriksaan.

Baca Juga :   Yuk Ikuti Program Gadai Bebas Bunga Pegadaian Jelang Mudik Lebaran 2025

“Contoh sekarang Bank Mandiri atau BRI, kredit macet di dalam Bank Mandiri atau BRI yang disebabkan force majeure bukan karena moral hazard itu bisa di-treatment pidana korupsi akibat UU ini. padahal di situ kredit macetnya itu bukan uang negara,” kata Nusron.

Dengan masih berlakunya sistem government judgment rule, kata Nusron, maka kredit macet yang berpotensi merugikan keuangan negara tersebut, menjadi kewenangan aparat hukum dalam hal ini jaksa dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Padahal itu adalah dana pihak ketiga. Padahal juga BUMN itu sudah go public, padahal juga perusahaan tersebut sudah melakukan proses QCD. Tiga poin ini menurut hemat saya yang membuat isu BUMN kita itu tidak bisa jumping, dibandingkan kompetisi dengan sektor yang lain,” katanya.

Leave a reply

Iconomics