Sri Mulyani: Dampak Gelombang Kedua Perang Dagang Lebih Merusak

0
115

Iconomics – Ketidakpastian ekonomi global sebagai dampak perang dagang terus menuai kekhawatiran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, misalnya, mengatakan, gelombang kedua sebagai dampak dari perang dagang akan menyebabkan “kerusakan” yang lebih parah dari sekarang.

“Sejak meningkatnya ketegangan perang dagang menciptakan kita tidak akan bisa kembali ke posisi sebelumnya,” kata Sri Mulyani seperti yang dikutip The Star daring pada Rabu (28/8).

Dikatakan Sri Mulyani, akibat perang dagang, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan global pada Juli kemarin dari 3,3% pada April lalu menjadi 3,2% pada tahun ini. Juga menurunkan prediksi untuk tahun depan dari sebelumnya sekitar 3,6% menjadi 3,5% di 2020.

Seperti Sri Mulyani, IMF memangkas pertumbuhan global ini karena ketegangan perdagangan dan teknologi. Proyeksi atas pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asean juga direvisi menjadi 5% untuk 2019 dan 5,1% untuk 2020. Perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta Brexit tetap menjadi risiko pertumbuhan ekonomi global.

Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, kerusakan akibat gelombang kedua perang dagang belum bisa diukur untuk saat ini. Tetapi, dia memastikan itu akan berpengaruh besar dan mendorong dunia ke zaman yang sama sekali tidak pasti.

Baca Juga :   OJK: Pendanaan UMKM Lewat Penawaran Umum Diharapkan Terus Berkembang

“Saling tidak percaya sehingga ketegangan ekonomi ini sulit untuk diselesaikan. Saya pikir kerusakan gelombang kedua akan berdampak jangka panjang,” katanya lagi.

Sejak IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global, ketegangan antara AS dan Tiongkok semakin meningkat. Justru tanda-tanda penyelesaian perang dagang semakin jauh. Pasar yang fluktuatif bersamaan dengan kondisi ekonomi dunia yang rapu, ditambah lagi peristiwa terbaru di Hong Kong memicu kekhawatiran akan resesi global.

“Situasi inilah yang perlu ditangani secara global oleh semua pemimpin dan melepaskan kepentingan jangka pendek mereka,” kata Sri Mulyani.

“Kebijakan yang terkoordinasi yang diterapkan untuk mengatasi krisis keuangan satu dekade lalu dapat membantu mengatasi ancaman. Tapi, sekarang dunia sepertinya sedang menuju ke arah yang tidak diinginkan.”

Lebih lanjut, kata Sri Mulyani, kebijakan saat ini tidak terkoordinasi sehingga menyebabkan ketidakpercayaan di antara pemain ekonomi global. Terutama dalam hal mengambil keputusan untuk mencegah atau menghindari resesi ini.

Dalam pidatonya pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan mencapai 5,3%. Asumsi itu dibuat ditengah ketidakpastian ekonomi global yang sedang melambat atau bahkan semakin memburuk. [The Star/Bloomberg]

Leave a reply

Iconomics