
Telkom Sigma: Metaverse akan Menjadi Disruptive Technology Terbaru

Ilustrasi/ist
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk baru saja meluncurkan ekosistem metaverse bernama Metanesia atau Metaverse Indonesia. Langkah itu dilakukan sebagai antisipasi perkembangan teknologi metaverse yang digadang-gadang sebagai teknologi yang akan mengubah banyak hal di masa depan.
“Intinya, metaverse ini kelihatannya akan menjadi disruptive technology terbaru,” ujar Ma’mun Nurcholil, Vice President Solution Architecture Telkom Sigma, dalam acara Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik Global Pascapandemi yang digelar Bisnis Indonesia, Rabu (3/8).
Ma’mun mengatakan di dalam negeri, sejumlah perusahaan dan lembaga sudah mulai mengembangkan metaverse seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama dengan Balitwin menghadirkan Bali di metaverse. Dengan begitu, turis dari berbagai belahan dunia bisa menikmati keindahan secara virtual.
Pemerintah Arab Saudi juga sudah meluncurkan inisiatif realitas virtual (VR) yang memungkinkan umat Islam dapat menyentuh Hajar Aswad tanpa meninggalkan rumah.
Ma’mun menambahkan, bahkan perusahaan teknologi global Meta yang merupakan induk dari Facebook menginvestasikan lebih dari US$ 1 miliar atau lebih dari Rp15 triliun untuk mengembangkan metaverse. Investasi Meta yang akan terus bertambah ini, diperkirakan akan memicu terjadinya disrupsi terbesar setelah disrupsi internet itu sendiri.
Menurut Ma’mun banyak peluang di dalam dunia metaverse yang bisa dieksplorasi. Ia mengatakan metaverse tak cuma untuk gaming, tetapi jug auntuk interaksi sosial. Bahkan di dalam metaverse juga bisa dikembangkan marketpalce.
“Marketplace yang sekarang di GoTo sebagian mungkin akan pindah ke dunia virtual tadi,” ujarnya.
Peluang bagi siapapun untuk mengeksplorasi teknologi baru ini terbuka lebar. Karena menurut Ma’mun metaverse ini masih pada tahap emerging.
“Tahun 2025, tiga tahun dari sekarang mungkin akan mencapai tahap advance dan seperti layaknya suatu startup dia akan mature setelah sekitar 7 sampai 8 tahun. Jadi, tahun 2029 nanti,” ujar Ma’mun.
Dunia metaverse itu sendiri juga cakupannya luas. Tidak hanya sebatas virtual reality. Virtual reality, menurut Ma’mun merupakan lapisan pertama dari metaverse yang disebut interaction layer.
“Ada yang lebih besar peluang di bawahnya yaitu content layer yang menyediakan konten-konten, yang menyediakan social network-nya, yang menyediakan game, yang menyediakan e-commerce di baliknya,” ujar Ma’mun.
Layer atau lapisan ketiga adalah layer infrastruktur teknologi sebagai tulang punggung dari kedua layer lainnya.
“Dalam proses tiga tahun mendatang, 5G akan menjadi berperan besar. Metaverse ini akan sangat haus sama bandwidth dan ketika dia berkembang menjadi besar menggunakan platform cloud dan lain-lain, semuanya ini akan memberikan dampak ekonomi yang sangat besar,”ujarnya.
Metaverse, lanjutnya dibangun di atas delapan pilar teknologi dan enam pilar ekosistem yang menyediakan berbagai peluang bagi pebisnis digital.
Pilar teknologi yang menjadi tulang punggung adalah hardware infrastructure, network, edge/cloud, computer vision, Artificial intelligence (AI)/Blockchain, robotics/IoT, user interactivity dan extended reality.
“Banyak sekali teknologi yang harus berkembang dan menjaga supaya metaverse ini terbangun. Jadi, bisa dibilang tren teknologi metaverse ini mengkonvergensi banyak teknologi termasuk juga ekosistem-ekosistem yang terbangun yang akan menciptakan suatu teknologi yang luar biasa dan ini akan melibatkan banyak pekerja digital,” ujarnya.
Di atas pilar teknologi, terdapat enam pilar ekosistem yaitu avatar, content creation, virtual economy, social acceptability, security & privacy, dan trust & accountability.
Leave a reply
