
Inovasi Teknologi Baterai Jadi Kunci PLTS Bisa Bersaing dengan PLTU

Ilustrasi
Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) menjadi salah satu andalan untuk merealisasikan komitmen Indonesia mencapai karbon netral pada tahun 2060. Salah satu komponen penting agar PLTS bisa beroperasi siang dan malam adalah baterai.
Baterai ini berfungsi menyimpan energi surya yang diperoleh hanya pada siang hari sehingga bisa digunakan pada malam hari. Untuk itu, menurut Edwin Nugraha Putra, EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PT PLN (Persero), teknologi baterai harus berubah dari teknologi solstice battery ke redox battery.
Ia mengatakan biaya per kilo Watt hour (kWh) untuk solstice battery lebih mahal yaitu 13 sen dollar per kWh, sehingga tidak kompetitif dengan biaya energi batu bara. Sementara, redox battery biayanya jauh lebih minim yaitu 3,5 sen per kWh. Menurutnya, teknologi redox battery itu saat ini sudah ada.
“Dengan cost 3,5 sen per kWh ini kita beharap kombinasi antara PLTS dengan redox battery akan mencpai total cost sekitar 6-7 sen. Dengan cost itu dia dapat bersaing dengan PLTU dan menggantikan PLTU untuk melayani beban dasar,” ujar Edwin dalam acara Outlook Ekonomi 2022 yang diselenggarkan Beritasatu, Rabu (24/11).
Menurut Edwin inovasi teknolgi baterai ini menjadi salah satu faktor kunci dari upaya Indonesia mencapai karbon netral tahun 2060.
Saat ini pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh PLTU atau energi batu bara. Pemerintah sudah menyatakan tidak lagi memberikan izin baru untuk pembangunan PLTU. PLTU yang sudah beroperasi saat ini secara bertahap dihentikan operasinya sesuai dengan umur ekonomis dan teknisnya.
Edwin mengatakan ada beberapa PLTU yang baru beroperasi pada tahun 2026 dan 2027. PLTU-PLTU tersebut akan tetap beroperasi sampai usia ekonomis dan usia teknisnya berakhir. “Bagaimana dengan emisinya? Untuk mengatasinya kita introduce yang kita sebut teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). Dengan teknologi ini, emisi dari PLTU batu bara dapat ditekan sampai rendah sekali,” ujarnya.
Ia menambahkan diharapkan tahun 2035 atau 2040 nanti teknologi CCUS ini sudah mature. “Mulai saat itulah PLTU-PLTU kita memakai CCUS ini sampai umur ekonomis dan umur teknisnya berakhir dan kita berharap nanti pada tahun 2060 kita akan mencapai kondisi karbon netral,” ujarnya.
Edwin mengatakan untuk mencapai target komitmen karbon netarl 2060 itu, dalam jangka menengah PLN membangun energi hijau yang masif utamanya PLTS dan PLTB. “Bahkan kita introduce nukir dengan tidal nantinya, karena memang kalau kita hitung kalau seluruh energi baru dan terbarukan kita masukan sepertinya kurang energinya untuk dapat melayani sampai tahun 2060 sehingga nuklirlah yang kita introduce,” ujarnya.
Leave a reply
