
Mengenal Finmas, Fintech Patungan Oriente dan Sinar Mas

CEO & Founder The Iconomics, Bram S. Putro (kiri) bersama dengan pendiri sekaligus CSO Oriente Geoff Prentice (kanan)/The Iconomics
Kita berada di zaman yang disebut sebagai revolusi industri 4.0 yang baru saja dimulai. Sebuah zaman yang menerapkan konsep otomatisasi yang dilakukan mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pelaksanaannya. Dan itu berdampak terhadap industri yang menekan biaya, waktu dan tenaga kerja demi efisiensi.
Zaman revolusi industri 4.0 itu juga melahirkan inovasi-inovasi terbaru berbasis teknologi tak terkecuali di bidang keuangan. Dalam bidang keuangan kini populer apa yang disebut sebagai teknologi finansial teknologi (fintech). Geliat fintech merambah ke berbagai sektor seperti startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan, investasi ritel, pembiayaan, uang elektronik dan lain sebagainya.
Oriente merupakan salah satu perusahaan layanan finansial dan teknologi berbasis di Hong Kong. Perusahaan ini didirikan Geoff Prentice (CSO) bersama Hubert Tai (CEO) dan Lawrence Chu (CFO) pada 2017. Pendirian perusahaan ini digagas untuk membuka akses finansial, kebebasan dan oportunitas bagi masyarakat.
Sebagai salah satu pendiri, Prentice bertanggung jawab terhadap urusan strategi bisnis global, kemitraan strategis, brand, dan investasi di Oriente. Saat ini, Oriente telah memiliki cabang di Hong Kong, Shanghai, Singapura, Taiwan, Jakarta dan Ho Chi Minh. Juga bekerja sama dengan JG Summit Holdings (Filipina), dan Sinar Mas. Secara keseluruhan perusahaan ini memiliki 1.200 karyawan.
Di Indonesia, Oriente menggandeng Sinar Mas mendirikan PT Oriente Mas Sejahtera (Finmas). Finmas merupakan perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) peminjaman yang bertujuan untuk menawarkan akses terhadap kredit yang terjangkau secara cepat mudah dan aman bagi pasar kelompok kelas menengah dan UMKM.
Sejak beroperasi 12 bulan lalu, aplikasi seluler Finmas telah diunduh lebih dari 4,5 juta pengguna dan digunakan 1,2 juta masyarakat dan UMKM. Finmas merupakan salah satu dari 7 perusahaan penyedia pinjaman digital yang mengantongi izin usaha resmi OJK dari 127 fintech lender yang terdaftar.
Wartawan The Iconomics Yehezkiel Sitinjak berkesempatan mewawancarai Geoff Prentice untuk mendalami Finmas terutama mengenai tantangan dan kompetisi pasar fintech lending di Indonesia. Juga membicarakan peran swasta seperti Finmas dalam memperbaiki infrastruktur ekonomi digital Indonesia serta memperbaiki kerangka regulasi yang mengawasi industri fintech. Berikut wawancaranya:
Anda sebelumnya di Skype dan Atomica. Apakah itu membantu Anda dalam mengelola Oriente? Dan apakah pengalaman telah membantu Anda dalam membentuk gaya kepemimpinan Anda sekarang?
Tentu, hal terpenting yang saya pelajari adalah ketika orang-orang menggunakan istilah “budaya”, itu benar berpengaruh. Ketika saya berawal di Skype, rasanya seperti “ah elah, budaya itu tidak penting, yang penting teknologinya” tapi budaya memiliki peran kunci agar kita sebagai kolektif dapat bersatu untuk memperjuangkan yang ingin dicapai. Pada awalnya saya tidak sangka betapa sulitnya ini semua.
Oriente merupakan perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Apakah yang mendorong Anda untuk berinvestasi di Indonesia?
Saya sebenarnya sedang menyiapkan perusahaan investasi lain pada saat itu, kami memperhatikan situasi di Asia Tenggara, dan kami melihat bahwa ada sebuah kekosongan (gap) di sini. Dikarenakan tidak ada pihak lain yang berusaha untuk mengisikan kekosongan itu, kami memutuskan untuk melakukannya sendiri. Kemudian kami bertemu dengan pihak Sinar Mas dan membangun perusahaan ini (Finmas) bersama. Itulah bagaimana kita memulai berinvestasi di sini.
Sektor fintech Indonesia sedang mengalami peningkatan dan semakin kompetitif. Bagaimana cara Oriente memperjuangkan tujuan utamanya yang menyasar warga unbanked (tidak memiliki rekening bank/kredit) dan UMKM?
Menurut saya, hal terpenting adalah untuk memperbaiki infrastruktur secara mendalam. Sebagian banyak dari mereka yang mengajukan pinjaman hanya menunda solusi permasalahan. Mereka hanya mengubah cara mereka mendapatkan pinjaman mereka dari offline ke online tanpa mengatasi permasalahan mendalam.
Jadi kami telah berinvestasi secara besar-besaran pada sistem pengumpulan data nasabah (KYC Collections), dan model kredit skor karena dengan cara itu kita dapat mengubah cakupan pasar secara fundamental. Kita telah mempekerjakan hampir seribu karyawan di Indonesia. Semua bekerja untuk memperkuat back end, ketimbang hanya front end.
Apakah keterlibatan Oriente dalam pasar fintech bisa mengurangi kekhawatiran atau risiko yang mungkin ada dari peningkatan akses terhadap pinjaman kredit cepat?
Saya setuju. Oleh karena itu regulasi memiliki peran besar. Akan dibutuhkan suatu badan kerangka regulasi untuk memastikan hal ini (fintech P2P Lending) dapat berjalan dengan baik. Kami sangat mendukung pembuatan regulasi yang lebih baik.
Apakah sudah ada komunikasi antara Oriente dengan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki regulasi?
Banyak sekali. Kita telah menghabiskan banyak waktu untuk berkomunikasi dengan pemerintah indonesia untuk memperbaiki regulasi pada sektor ini. Salah satu isu terbesar bagi kami adalah inklusivitas finansial dan literasi finansial dan telah banyak waktu dan upaya dikerahkan untuk membantu masyarakat mengerti mengenai apa yang sedang terjadi.
Dengan perkembangan Finmas saat ini, apa strategi yang Anda terapkan untuk dapat menjajal pasar Indonesia serta harapan dan target Anda bagi Finmas dalam beberapa tahun ke depan?
Pertama, sangatlah penting bahwa kita menemukan mitra strategis yang tepat (Sinar Mas), dan setelah itu kita langsung berfokus pada mengatasi permasalahan sesungguhnya, yaitu dengan menerapkan purposed based-lending. Di situlah kita memusatkan fokus kita.
Terkait disrupsi digital dan pengaruhnya terhadap ekonomi, bagaimana posisi Oriente? Inovasi apa saja yang telah disiapkan oleh perusahaan untuk menerobos sektor fintech P2P Lending?
Anda benar bahwa (pasar Indonesia) semakin kompetitif. Untuk kami, perkembangan pada segi back end merupakan fokus kami untuk memastikan bahwa pengoleksian berjalan lebih baik, KYC lebih baik. Menurut kami, ketimbang hanya memberikan subsidi atau membagikan uang kepada rakyat, lebih baik jika kami berfokus untuk berinvestasi pada infrastruktur untuk menghasilkan SDM yang lebih kompetitif dan terampil. Infrastruktur yang kita maksud disini adalah analisis prediktif, pembelajaran mesin dan pada sistem geolokasi untuk memperlancar pengoleksian.
Leave a reply
