
UU P2SK: Obat Kuat Industri Keuangan di Indonesia

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi/Dok. Iconomics
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menutup masa Sidang Paripurna tahun 2022 dengan memberikan hadiah istimewa melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) pada 15 Desember 2022 lalu. Penyusunan RUU PPSK ini telah dimulai sejak penyampaian ke Badan Legislasi (Baleg) sebagai usulan RUU prioritas Komisi XI pada 28 September 2021. Pembahasan dalam UU ini sarat dengan cita-cita besar untuk menata dan mereformasi sistem keuangan dan industri keuangan Indonesia agar bertambah kokoh, memberikan manfaat dan dampak pertumbuhan ekonomi nasional serta kesejahteraan.
UU yang kerap disebut sebagai omnibus law UU PPSK ini terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal. Paling tidak ada dua hal besar yang menjadi fokus dalam UU ini, pertama mengenai pengaturan kelembagaan dan kedua mengenai pengaturan industri jasa keuangan.
Lahirnya UU ini akan disusul dengan pengaturan teknis lainnya baik berupa peraturan pemerintah dan turunannya sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU ini. Adanya UU ini, Komisi XI DPR sangat mengharapkan industri jasa keuangan di Indonesia akan semakin solid dan semakin besar memberikan kontribusinya untuk perekonomian nasional. Komisi XI DPR juga berharap persoalan-persoalan di industri jasa keuangan terminimalisir, seperti tidak terjadinya lagi gagal bayar, ketidakpastian klaim pemegang polis, fraud hingga pinjol ilegal.
Dalam pengaturan kelembagaan, secara umum tidak ada perubahan. Hanya saja ada penyempurnaan yang diamanatkan dalam UU ini. Dalam UU ini diamanatkan ketentuan yang mengatur kelembagaan dan koordinasi otoritas di sektor keuangan yang berupa pengawasan terintegrasi di bawah OJK. OJK juga bertugas mengatur dan melakukan pengawasan terintegrasi di sektor keuangan serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan; mendukung pelaksanaan kebijakan makroprudensial sesuai dengan kewenangannya; melaksanakan pengembangan sektor keuangan; dan menetapkan kepailitan dan/atau penundaan pembayaran utang dari debitor yang merupakan penyedia jasa di sektor perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun pada LPS diberikan dua mandat baru. Mandat mengenai early intervension, dan program penjamin polis. Dalam early intervention, LPS bisa memberikan intervensi, pertolongan, pasokan dana atau jika bank sudah dikatakan sebagai bank bermasalah, dan tidak harus bank gagal. Tentunya, keputusan tersebut akan disepakati dalam keputusan bersama di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Dalam mandat penjaminan polis asuransi dari yang dikelola perusahaan asuransi, LPS akan menjalankan fungsi merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis; dan melaksanakan program penjaminan polis. Langkah ini sudah ditunggu-tunggu. Apalagi mandat yang sudah lama sekali belum terwujud. Program penjamin polis ini adalah mandat dari UU yang sudah sejak 5 tahun yang lalu dan baru terealisasi saat ini. Untuk memastikan berjalan dengan baik dan tidak mengganggu tugas penjaminan simpanan maka akan ada Peraturan Pemerintah yang memberikan kendali kepada LPS dalam menjalankan tugas ini. Dengan demikian dana penjaminan simpanan terkendali dan tidak tersedot untuk penjaminan polis asuransi.
Pada OJK, ada beberapa poin penting untuk memperkuat tugasnya dan sekaligus kontrolnya. Dengan mempertimbangkan sederetan masalah yang terjadi pada industri keuangan nonbank (IKNB) seperti kasus Wanaartha Life, Kresna Life, pinjol ilegal dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya maka harus ada langkah konkret untuk memitigasi munculnya masalah- masalah seperti ini ke depan. Dalam UU ini, menambahkan komisioner OJK. Secara lengkap komisioner OJK terdiri dari Ketua merangkap anggota; Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota; Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota; Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota; Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian dan Dana Pensiun; Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, Financial Technology, Koperasi dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya; Kepala Eksekutif Pengawas bidang Penegakan Hukum; Ketua Dewan Audit merangkap anggota; dan Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Di saat yang bersamaan seiring penambahan mandat dibentuk juga badan supervisi di OJK dan LPS. Badan supervise ini berfungsi membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap OJK dan LPS untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kedua lembaga tersebut.
Untuk kewenangan baru BI adalah berperan dalam pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak hanya menjalankan tugas-tugas di area makroprudensial. Jadi, tanggung jawabnya juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagaimana disebutkan dalam UU PPSK, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Disamping beberapa poin dalam pengaturan kelembagaan, UU ini juga memperkuat ketentuan yang mengatur masing-masing industri di sektor keuangan beserta infrastruktur pendukung. Salah satunya menguatkan fungsi BPR dengan memperluas bidang usahanya yaitu penukaran valas dan transfer dana, serta perubahan akronim BPR menjadi Bank Perekonomian Rakyat, dari semula Bank Perkreditan Rakyat; reformasi pasar modal, pasar uang, dan pasar valas serta aset kripto, dalam rangka mendorong penciptaan variasi instrumen pasar keuangan melalui sekuritisasi; pemberlakuan pajak karbon sebagai mitigasi risiko adanya perubahan iklim; koperasi yang melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, perizinan, pengaturan, dan pengawasannya dilakukan OJK; perlunya memberikan penguatan payung hukum kepada lembaga keuangan mikro (LKM) yang sangat dibutuhkan bagi kelompok masyarakat unbanked. LKM skala menengah besar akan diawasi OJK sedangkan LKM skala kecil akan diawasi oleh Pemda. Perlindungan konsumen akan diperkuat termasuk kerahasiaan data pengguna jasa keuangan; memperkuat perlindungan investor atau konsumen terhadap pelanggaran dan perbuatan tindak pidana perorangan dan korporasi sektor keuangan; mendorong literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan serta penguatan dan pengembangan jumlah dan kualitas sumber daya manusia/profesi di sektor keuangan.
Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat sudah semestinya bersama mengawal untuk memastikan berjalannya semua amanat yang ada dalam UU PPSK ini. Sekali lagi, UU PPSK sangat penting dalam rangka mengatur dan mengembangkan industri jasa keuangan di Tanah Air agar lebih kuat dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan masyarakat. Sektor jasa keuangan yang kuat harus dibarengi dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang meningkat.
Leave a reply
