
Nadiem Makarim: Mendirikan Go-Jek hingga Jadi Menteri

Pendiri sekaligus CEO Go-Jek Nadiem Makarim yang didapuk menjadi salah satu menteri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin/Realita Rakyat
Nadiem Makarim, pendiri sekaligus CEO Go-Jek menjadi pembicaraan di media massa 2 hari terakhir. Pasalnya, Nadiem yang datang ke Istana Negara pada Senin (20/10) dimintakan Presiden Joko Widodo bergabung menjadi salah satu menteri di kabinetnya untuk periode 2019-2024.
Akan tetapi, tak banyak media massa yang memberitakan rekam jejak Nadiem selama ini. Terutama jejaknya sebelum dan sesudah Go-Jek beroperasi. Lalu, siapakah sosok Nadiem sebelum populer bersama Go-Jek itu? Dia lahir di Singapura pada 4 Juli 1984. Nadiem merupakan anak bungsu dari Nono Anwar Makarim, salah satu advokat tersohor di Indonesia.
Kendati lahir di Singapura, Nadiem menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di Jakarta. Setelah itu, dia pindah ke Singapura untuk menuntaskan pendidikan SMA-nya. Kemudian, dia melanjutkan pendidikannya di Brown University, Amerika Serikat, mengambil jurusan International Relations dan berhasil memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) di Harvard Business School.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di AS, Nadiem memutuskan pulang ke Indonesia dan memulai kariernya di McKinsey & Company, sebuah perusahaan konsultan ternama di Jakarta. Keluar dari McKinsey & Company, Nadiem mencoba dunia baru dengan menggeluti bisnis fashion berbasis e-commerce dengan merek: Zalora Indonesia.
Di sini, selain pendiri, dia menjabat sebagai managing director. Tak berhenti di situ, Nadiem kemudian menjadi Chief Innovation Officer di Kartuku, sebuah perusahaan penyedia layanan teknologi pembayaran non-tunai. Setelah semua perjalanannya itu, Nadiem memutuskan mendirikan perusahaan sendiri. Dengan kemampuan inovasi dan naluri bisnisnya, Nadiem mendirikan Go-Jek pada 2011.
Bisnis utama Go-Jek merupakan layanan transportasi berbasis aplikasi yang menghubungkan pengendara ojek dengan para pelanggan secara langsung. Gagasan ini berawal dari pengalaman pribadi Nadiem dalam menggunakan jasa ojek ketika bekerja di berbagai perusahaan sebelumnya.
Dari pengalamannya itu, Nadiem menilai sopir ojek lebih banyak menghabiskan waktu dengan menunggu penumpang. Ditambah lagi penumpang kesulitan menemukan ojek pangkalan ketika sedang keadaan darurat. Nadiem karena itu menyimpulkan ada kebutuhan pasar terhadap layanan ojek yang praktis.
Kelahiran Go-Jek
Setelah resmi berdiri, Go-Jek awalnya hanya punya 20 sopir sebagai mitra. Pemesanan sopir Go-Jek bisa dilakukan melalui telepon yang menggunakan sistem call center. Meski berawal dari skala kecil, Nadiem optimistis Go-Jek akan menjadi perusahaan “besar”. Berjarak 4 tahun dan setelah mengubah sistem call center ke aplikasi, mimpi Nadiem itu menjadi kenyataan: perusahaan tersebut kini bernilai US$ 10 miliar atau setara sekitar Rp 140 triliun.
Go-Jek bahkan satu-satunya yang mampu bersaing dengan Grab, perusahaan sejenis berbasis Singapura. Berbagai perusahaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri mulai menyuntikkan dana ke Go-Jek. Beberapa perusahaan yang berinvestasi di Go-Jek adalah NSI Venture, Sequoia Capital, DST Global, KKR, Farallon Capital, Warburg Pincus, dan Capital Group Private Market. Total pendanaan yang diperoleh dari sesi investasi di 2015 senilai US$ 550 juta atau setara sekitar Rp 7,2 triliun.
Bernilai ratusan triliun rupiah, Go-Jek lantas menyandang gelar perusahaan startup “decacorn” bersama dengan Grab. Lalu, merujuk kepada riset perusahaan global tanpa menyebutkan nama, Go-Jek mengklaim mempunyai pangsa pasar tertinggi di antara perusahaan sejenis di Indonesia. Riset itu menyebutkan rerata pengguna aktif aplikasi Go-Jek per minggu, 55% lebih tinggi dibanding perusahaan sejenis di Indonesia.
Setelah mendominasi pangsa pasar bisnis transportasi berbasis aplikasi, Go-Jek juga menjuarai pangsa pasar untuk layanan antar barang dan makanan. Lewat GoFood, Go-Jek mengklaim menguasai pasar Indonesia dan Asia Tenggara hingga 75%. Berdasarkan data perusahaan riset Nielsen, GoFood melayani lebih dari 50 juta transaksi per bulan di Asia Tenggara. Jumlah itu naik dua kali lipat selama 6 bulan terakhir.
Dengan kinerjanya itu, aplikasi Go-Jek tak lagi sekadar aplikasi ojek online melainkan telah berkembang menjadi suatu Super App. Dengan kata lain, suatu platform multi-layanan dengan lebih dari 20 layanan yang ditawarkannya kepada pelanggan. Dengan perkembangannya yang pesat itu, Go-Jek juga telah berhasil menarik minat perusahaan-perusahaan multinasional seperti seperti Google, Tencent, JD, Alibaba, dan VISA untuk berinvestasi di perusahaan ini.
Leave a reply
