
Sawit Masih Ditentang di Pasar Internasional, Bagaimana Sertifikasi ISPO Bisa Menjadi Solusi?

Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian
Sejak 2011 Pemerintah Indonesia meluncurkan Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), yang kemudian diperbaharui menjadi Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan. Pada 2020 ISPO diperkuat standarnya dan dimandatkan wajib bagi seluruh perusahaan dan pekebun melalui Perpres 44/2020.
Namun, Direktur Eksekutif Indef, Taufik Ahmad mengatakan tantangannya adalah bagaiamana standar ISPO ini bisa diterima oleh dunia internasional baik dari lembaga-lembaga sertifikasi sawit internasional maupun dari negara tujuan ekspor. “Tentu saja kita sangat berkeinginan ISPO ini menuju pengakuan internasional, tentu banyak tantangan yang dihadapi, karena beberapa negara melihat perkembangan sawit di Indonesia sudah ada kemajuan, namun beberapa prasyarat lingkungan masih menjadi tantangan yang tentu harus kita selesaikan,” ujar Taufik dalam webinar Masa Depan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO): Menuju Pengakuan Internasional yang digelar Indef, Senin (7/6).
Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian mengatakan hingga 31 Desember 2020, pemerintah telah menerbitkan 755 sertifikat ISPO dimana 735 diantaranya diberikan kepada perusahaan baik swasta maupun PTPN, sementara sisanya diberikan kepada pekebun.
Dedi mengatakan dalam rangka meningkatkan penerimaan sertifikasi ISPO dari pasar internasional, indikator ISPO ini juga dikaitkan dengan 17 indikator Sustainable Development Goals (SDGs). “Sejauh kita sudah mengindentifikasi terdapat 12 indikator dari SDGs ini yang relevan dengan prinsip dan kriteria indiktor ISPO,” ujar Dedi yang menjadi pembicara dalam acara Indef tersebut.
Dedi mengatakan saat ini sudah terdapat 15 lembaga sertifikasi ISPO yang sudah terakreditasi sebagai tindak lanjut dari Peraturan Kementerian Pertanian No.38 tahun 2020. Selain itu, juga ada 7 lembaga pelatihan ISPO dan 1.893 auditor ISPO.
Menurut Haskarlianus Pasang, Deputy Director PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk), penerimaan sertifikasi ISPO oleh dunia internasional harus dimulai dari dalam negeri sendiri. Produk bersertifikat ISPO harus didorong menjadi produk pilihan di pasar domestik.
“Karena kalau kita bicara terlalu kencang di luar, dan ini kami alami ketika kami menawarkan produk. Pertanyaannya adalah apakah di dalam negeri, ada yang beli produk ISPO? Saya dengan malu-malu mengatakan bahwa kita sedang menuju kepada satu visi besar, bahwa ISPO adalah produk dalam negeri dan kita terus mendorong untuk mencintai ISPO sebagai produk dalam negeri,” ujar Haskarlianus.
Selain menajdi produk pilihan pasar dalam negeri, untuk meningkatkan penerimaan internasional, menurut Haskarlianus, produk sawit Indonesia juga harus menjadi solusi atas masalah dunia seperti masalah pangan dan dekarbonisasi. “Pimpinan kami beberapa waktu yang lalu berbicara bahwa bagaimana kalau palm oil itu feed the world. Ini perlu kita kembangkan. Ada banyak saudara-saudara kita di belahan dunia ini yang memiliki masalah nutrisi. Kenapa kita tidak bidik wilayah itu untuk menjadi sasaran produk kita dengan label ISPO sehingga dunia melihat bahwa kita datang membawa solusi,” ujarnya.
Leave a reply
