Tantangan dan Strategi Menghadapi Pandemi Covid-19 untuk Operasional Kantor Cabang Perbankan

0
8348

Tahun 2020 dapat dikatakan tahun yang berat bagi semua kalangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pertumbuhan kredit di Indonesia sebesar 4%, merosot dari tahun 2019 lalu yang sebesar 6,02%. Padahal biasanya pertumbuhan kredit bisa bertengger di angka 15-18% pada tahun-tahun sebelumnya.

Tren perdagangan bursa indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan oleh adanya aksi jual investor asing dan lokal yang jatuh di bawah 4.200.

Pelemahan rupiah terhadap dolar juga terjadi dimana pada tgl 23 Maret 2020 sempat menyentuh Rp16.575 dan bertahan pada level Rp16.305 sampai tanggal 26 Maret 2020. Padahal kurs terendah di tahun 2020 senilai Rp13.612 pada 27 Januari 2020.

Efek pandemi virus corona (Covid-19) memperparah kondisi siklus ekonomi. Masyarakat sempat mengalami panic buying terhadap produk tertentu (masker, disinfektan, hand sanitizer dst) serta arus supply barang terutama yang berasal dari barang-barang impor mulai langka, harga mulai bergeser naik dan daya beli yang menurun sehingga penjualan anjlok.

Perilaku masyarakat cenderung berubah, yaitu menarik dana simpanan rupiahnya di perbankan dan menjual saham untuk keperluan. Antara lain menyimpan di rumah untuk jaga-jaga, dibelanjakan untuk barang-barang keperluan sehari-hari/stok persediaan untuk penjualan persiapan bulan Ramadan. Selain itu ada pula yang mengalihkan ke simpanannya ke dollar dan emas logam mulia untuk keperluan spekulasi dan atau investasi.

Baca Juga :   Lewat S2B Pay, Standard Chartered Bank Indonesia Layani Penagihan Dana “One-Stop-Shop”

Mindset masyarakat untuk bertransaksi cashless semakin familiar didorong gencarnya sosialisasi dari masing masing provider dan customer service perbankan tentang benefit transaksi cashless dalam rangka menghindari penularan virus corona.

Transaksi belanja online  (e-Commerce, GoFood, Grab Food atau pembelian barang dengan system delivery service) diproyeksikan menjadi primadona. Begitupun transaksi via channel e-wallet (OVO, Gopay, LinkAja dst) diprediksi akan meningkat drastis. Sementara untuk kebutuhan transaksi perbankan dilaksanakan melalui mobile banking, internet banking atau e-banking lainnya.

Efek pandemi Covid-19 juga disinyalir akan menyebabkan pergerakan roda ekonomi akan menurun, arus barang dan jasa akan terhenti, iklim investasi dan proyek-proyek besar juga sejenak akan terhenti dan iklim berusaha menurun. Ada kekhawatiran pula  terjadinya gejolak kredit macet jika pelaku pelaku ekonomi dari UMKM dst dibiayai permodalannya dari fasilitas kredit.

Dengan kondisi tersebut, Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 24 Maret 2020 mengambil langkah kebijakan relaksasi bagi para pengusaha kecil yang mengambil kredit/pembiayaan dari lembaga leasing maupun bank untuk menunda pembayaran cicilan/angsuran kredit selama 1 tahun ke depan.

Atas imbauan Presiden RI tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Salah satu isinya memberikan perlakuan khusus kepada debitur yang mengalami kesulitan pembayaran utang ke bank karena terdampak wabah corona.

Baca Juga :   OCBC NISP Catat Kenaikan Laba Bersih 20% di Kuartal III-2023

Menurut keterangan OJK, debitur yang dimaksud juga termasuk pelaku UMKM yang terdampak penyebaran Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun sektor industrinya antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian dan pertambangan.

Dalam POJK ini jelas diatur bahwa pada prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit atau pembiayaan kepada seluruh debitur, termasuk debitur UMKM. Sepanjang debitur-debitur tersebut teridentifikasi terdampak Covid-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.

Untuk mekanismenya, setiap utang atau pembiayaan direstrukturisasi oleh bank atau perusahaan pembiayaan dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitur yang teridentifikasi terkena dampak penyebaran Covid-19.

Restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan dengan mengacu pada POJK tentang penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok dan pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan dan konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Berbagai skema tersebut diserahkan sepenuhnya kepada bank dan sangat tergantung pada hasil identifikasi bank atas kinerja keuangan debitur ataupun penilaian atas prospek usaha dan kapasitas membayar debitur yang terdampak Covid-19. Jangka waktu restrukturisasi juga sangat bervariasi tergantung pada assessment bank terhadap debiturnya dengan jangka waktu maksimal 1 tahun.

Baca Juga :   Cuti Bersama Akhir Oktober, BCA Layani Nasabah Melalui Layanan Digital

Tentunya kondisi tersebut akan secara langsung dirasakan dampaknya oleh perbankan secara nasional. Seperti bayang-bayang tentang meningkatnya kredit bermasalah akibat meningkatnya potensi gagal bayar debitur atas kondisi tersebut, penarikan atau pengalihan sementara dana simpanan ke uang dolar fisik serta logam mulia ataupun dibelanjakan untuk keperluan pembelian barang/stok persediaan menghantui pencapaian target penghimpunan dana pihak ketiga.

Ekspansi kredit pun akan lebih hati-hati dan perbankan cenderung memilih untuk mempertahankan kualitas/perbaikan kreditnya. Karena hal ini akan berdampak terhadap target bottom line (laba perusahaan), apa lagi dengan adanya implementasikannya sistem PSAK 71/IFRS-9 yang mengacu pada pendekatan Expected Credit Loss (ECL) yang beban provisionnya lebih besar sekitar 20-33% dari PSAK 55.

Bagaimana perbankan menghadapi tantangan-tantangan tersebut di era pandemi Covid-19 agar survive kinerja. Maka dari itu ada beberapa hal yang perlu untuk diantisipasi di tingkat operasional kantor cabang perbankan. Pertama, diyakini bahwa merujuk kejadian krisis tahun 1998 dan tahun 2008, maka krisis 2020 akibat pandemi covid 2019 pasti akan bertemu dengan titik akhir.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics