
Sri Mulyani: Tarif Impor Trump Porakporandakan Tatanan Ekonomi Global yang Dibangun Pasca Perang Dunia II

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara dalam acara bertajuk ‘Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional’, Selasa (8/4)/Foto: Ist
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kebijakan tarif yang dibuat oleh Amerika Serikat kepada 60 negara dunia memporakporandakan tatanan dunia yang dibangun pasca perang dunia II.
Berbicara dalam acara bertajuk ‘Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional’, Selasa (8/4), Sri Mulyani mengatakan dunia saat ini sedang “berubah luar biasa.”
Ia mengatakan lembaga-lembaga seperti World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, yang dibangun negara-negara Barat untuk membangun kembali Eropa yang porak poranda akibat perang dunia II, kini tidak efektif lagi.
“Sekarang ini seluruh institusi global ini menjadi kurang efektif atau bahkan tidak efektif karena shareholder utamanya yaitu G8, terutama Amerika Serikat sendiri yang melahirkan institusi ini sekarang tidak lagi percaya pada institusi yang dibuat, sehingga memunculkan suatu sistem yang sifatnya unilateral,” ujar Sri Mulyani dalam acara yang juga dihadiri Presiden Prabowo Subianto itu.
Menurutnya, pasca perang dunia II, ekonomi dunia ditata melalui lembaga-lembaga seperti WTO, IMF dan World Bank. Namun, kebijakan tarif yang dibuat oleh Amerika Serikat membuat semuanya kini “tidak pasti”.
Di sisi lain, arogansi pemerintah Amerika Serikat ini kemudian memunculkan blok-blok ekonomi baru seperti BRICS atau Brazil, Russia, India, China, South Africa.
Dalam kondisi ketidakpastian yang meruncing ini, kata Sri Mulyani, setiap negara mengutamakan kepentingan domestiknya masing-masing.
“Maka banyak kebijakan ekonomi menjadi inward looking. My country first, American first, China first, Indonesia first, dan yang lain-lain. Karena memang pada saat eksternal environment tidak bisa diandalkan, maka yang harus dilakukan adalah menjaga kepentingan nasional,” ujarnya.
Mantan Direktur World Bank ini mengatakan sebelumnya dunia termasuk Indonesia masih berharap adanya “supply chain berdasarkan perkawanan.”
“Makanya waktu itu muncul friend shoring, nearshoring, sekarang bahkan tidak ada definisi yang disebut kawan atau friend lagi,” ujarnya.
Hal ini terlihat dari hubungan antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Meski Amerika Serikat membidani lahirnya North American Free Trade Agreement (NAFTA) pada 1992, tetapi Amerika Serikat di bawah Pemerintahan Trump pun mengenakan tarif yang tinggi kepada Kanada dan Meksiko.
“Kebijakan tarif Amerika menjadikan risiko ketidakpastian yang luar biasa. Kalau kita lihat timeline-nya, selama satu episode, 1 Februari hingga April ini, dalam dua bulan ini telah mengubah lanskap perekonomian global. Pada saat Presiden Trump tanggal 1 April mengeluarkan executive order untuk Kanada diberikan tarif 10% dan untuk energinya 25%, Meksiko diberikan tarif 25% dan Tiongkok 10%, itu telah mengubah seluruh tatanan perkawanan yang tadinya dianggap taken for granted itu akan terus berjalan,” ujar Sri Mulyani.
Kebijakan Amerika Serikat tersebut kemudian direspons dengan perlawanan oleh Kanada, Meksiko dan Tiongkok. Alih-alih berunding, Presiden Trump malah mengeluarkan ancaman tambahan untuk produk tertentu seperti baja dan aluminium.
“Time line ini menggambarkan hanya dalam waktu satu bulan dunia yang tadinya di-govern dengan rule based, sekarang tidak ada lagi kepastian. Ini yang menjadi salah satu yang perlu untuk kita perhatikan di dalam mengelola ekonomi, tidak kita terus menerus kita terkaget-kaget, namun pada saat yang sama kita tetap waspada,” ujarnya.
Leave a reply
