
Pebisnis Migas Punya Harapan ke Jokowi, Apa Itu?

Ilustrasi produksi minyak/moneycontrol.com
Memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejumlah pekerjaan rumah dan tantangan di sektor hulu minyak dan gas bumi sudah menanti. Salah satunya, Presiden menyoroti adanya defisit neraca perdagangan yang disebabkan melebarnya impor minyak mentah dibandingkan tingkat produksi dalam negeri demi memenuhi kebutuhan energi. Jika melihat potensi geologis yang ada, Indonesia dianggap masih memiliki daya tarik bagi investor migas global karena sedikitnya masih terdapat 70 basin yang belum dieksplorasi.
Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf mengatakan banyaknya basin yang belum dieksplorasi menunjukkan adanya teknologi baru yang dapat diimplementasikan pada lapangan produksi diyakini dapat meningkatkan produksi migas nasional guna memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang.
“Potensi geologis yang sangat besar ini tidak dapat dipisahkan dari sisi komersial dan kebijakan fiskal yang ada, sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan eksplorasi,” kata Nanang dalam siaran pers.
Menurut Nanang, minimnya upaya mencari cadangan migas baru akan berdampak pada jumlah produksi yang dihasilkan di masa mendatang. Oleh karena itu perlu dipikirkan sejumlah cara agar investor mau melakukan eksplorasi di Indonesia.
Adapun kuncinya adalah kolaborasi antara industri untuk peningkatan industri hulu migas nasional. Industri mengharapkan adanya kepastian peraturan, pengakuan terhadap contract sanctity, fleksibilitas fiskal dan kebebasan dalam memasarkan produk menurut prinsip business to business. Itulah harapan pada ranah tata kelola migas yang lebih baik.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong menyampaikan bahwa industri migas nasional menyambut baik adanya kebijakan baru tentang keterbukaan data yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru-baru ini, yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.
Adanya kebijakan tersebut diyakini dapat membantu calon investor pada tahap awal untuk mengetahui ada tidaknya potensi hidrokarbon di suatu wilayah kerja yang ditawarkan Pemerintah. Namun ada sedikit catatan. Menurut Marjolijn, kebijakan ini harus terus disempurnakan khususnya tentang mekanisme pengelolaan data dan kualitas dari data yang ada itu sendiri.
IPA juga menyoroti perihal rencana Pemerintah untuk mengurangi birokrasi perijinan yang diperlukan dalam kegiatan hulu migas nasional. Hal ini sejalan dengan focus Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada periode kedua.
Adapun harapannya penyederhanaan perijinan tidak saja pada Kementerian ESDM, tetapi juga harus terjadi pada Kementerian atau Lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena kegiatan industri hulu migas juga terkait dengan sektor-sektor lainnya.
Berdasarkan infografis yang diterbitkan IPA, diketahui bahwa proyeksi kebutuhan minyak pada 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mencapai sebesar 2 juta barel per hari. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan penemuan cadangan migas baru sebanyak 10 kali Lapangan Cepu atau investasi sebesar US$12 miliar.
Leave a reply
