
Pebisnis Teriak Soal Pajak Karaoke Dkk, Menko Airlangga Bersuara

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto/Dok. Ekon
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang mengalami kenaikan tarif mendapat respons dari para pelaku bisnis. Nada keberatan terlontar dari para pelaku bisnis. Apalagi mengingat industri ini mengalami pukulan yang telak beberapa tahun terakhir saat pandemi Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan sejak pasca pandemi sektor pariwisata mulai tumbuh, salah satunya terlihat dari pajak daerah terkait pariwisata yang terus meningkat.
“Karena itu kita perlu mendorong pengembangan sektor pariwisata ini yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) dan penyediaan lapangan kerja,” kata Airlangga dalam keterangannya.
Pemerintah menyampaikan pajak daerah terkait pariwisata sampai dengan November 2023 yang mulai tumbuh antara lain Pajak Hotel tumbuh 46,6% sebesar Rp8,51 triliun, Pajak Restoran tumbuh 20% sebesar Rp13,6 triliun, Pajak Hiburan tumbuh 41,5% sebesar Rp2,01 triliun. Adapun wilayah Bali dan DKI Jakarta tumbuh paling tinggi 56% dan 9%.
Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya. Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian Insentif Fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, Bupati/ Walikota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75% atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40%.
“Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya,” kata Menko Airlangga.
Kementerian juga menyampaikan untuk memperkuat implementasi kebijakan terkait PBJT dan menyikapi perkembangan dinamika aspirasi di tengah masyarakat saat ini, Pemerintah telah menggelar Rapat Internal yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi pada 19 Januari 2024. Salah satu keputusannya terkait Insentif Fiskal adalah bahwa Pemerintah akan memberikan Insentif Fiskal terhadap PPh Badan atas Penyelenggara Jasa Hiburan, di mana untuk Sektor Pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10% dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22% akan menjadi 12%.
“Untuk tetap mendukung pengembangan sektor pariwisata di daerah, Pemerintah akan memberikan insentif fiskal berupa pengurangan PPh Badan berupa fasilitas pajak yang ditanggung Pemerintah (DTP),” kata Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga menegaskan bahwa untuk memperkuat kebijakan dan memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan akan membuat Surat Edaran kepada seluruh Bupati/ Walikota terkait dengan petunjuk pelaksanaan atas PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan sesuai dengan ketentuan UU HKPD.
“Untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai pengenaan PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan, diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan kepada para Kepala Daerah agar pengenaan pajak ini tetap mendukung iklim usaha yang kondusif di daerah,” kata Menko Airlangga.
Menengok sejenak ke belakang, Pemerintah dan DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut juga telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh Kabupaten/ Kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh Provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%. Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75% (sebelumnya dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%). Pajak Hiburan yang sebesar yang minimum 40% ini dibebankan kepada customer, sedangkan terhadap pihak Penyelenggara Jasa Hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22%.
Pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 (5 Januari 2024) yang diatur oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Misalkan DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 25%). Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 15%).
Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/ 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75%, seperti di Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok, di Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, Surabaya sebesar 50%, di Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram sebesar 40%.
Dalam pernyataan terpisah beberapa hari lalu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Pajak, Lydia Kurniawati Christyana menjelaskan rasionalisasi pemerintah mengenakan PBJT atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan menetapkan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75%. Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha.
“Penetapan tarif, Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan, dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana.
Ia juga menambahkan bahwa PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah pajak daerah. UU HKPD memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing-masing, termasuk didalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40% – 75%. Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan Pemda untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing-masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.
Dalam keterangan resminya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut Pemerintah melakukan penurunan tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan secara umum dari semula sebesar paling tinggi 35% menjadi paling tinggi 10%. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian. Selain itu secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran.
1 comment
Leave a reply

[…] Pebisnis Teriak Soal Pajak Karaoke Dkk, Menko Airlangga Bersuara […]