
Langkah-Langkah Wilmar Mitigasi Kebakaran Lahan

Sawit/Foto: Astra Agro Lestari
Kebakaran lahan yang belakangan menjadi sorotan bukan menjadi isu baru di Indonesia. Begitu pula upaya untuk memitigasi kebakaran lahan harus secara berkalanjutan dilakukan, baik korporasi, perusahaan kecil, petani kecil hingga masyarakat sekitar.
Wilmar menggandeng warga masyarakat dalam mencegah kebakaran lahan dan hutan (karlahut). Upaya kemitraan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam mencegah terjadinya kabut asap saat musim kemarau.
Koordinator Regional Sustainability Kalimantan Tengah Region, grup Wilmar, Sarimanah menjelaskan inti dari pencegahan kebakaran adalah membangun kesadaran dan mengajak semua pihak untuk tidak membakar saat musim kemarau. Sebab, hingga saat ini kebakaran masih terjadi akibat adanya pihak yang membakar untuk membuka lahan.
Perusahaan yang bergerak di sektor agribisnis ini telah menetapkan sejumlah upaya-upaya pencegahan kebakaran. Pertama, peta risiko kebakaran (fire risk map), yaitu peta untuk menentukan tinggi-rendah risiko saat terjadi kebakaran dengan penyangga (buffer) 5 kilo meter (km) dari konsesi perusahaan. Risiko dinilai tinggi jika kebakaran dalam radius tersebut. Tim kebakaran perusahaan terus memantau di radius 5 km dan segera bergerak begitu terjadi kebakaran dalam skala 5 km.
Kedua, Wilmar juga menyusun standard operating procedure (SOP) kebakaran di lahan dan hutan (land/ forest fire) di setiap unit konsesi, dengan membentuk managemen dan mitigasi untuk pencegahan, pendeteksian, dan pemadaman kebakaran. Mitigasi dilakukan dengan peringatan dini melalui monitoring penggunaan data NASA mengenai titik panas (hot spot) dan titik api (fire spot). Data tersebut kemudian didistribusikan untuk kemudian diverifikasi atau diambil tindakan.
Mitigasi juga dilakukan dengan memasang papan peringatan (warning sign board) yang menunjukkan level risiko dampak kebakaran. Papan peringatan ini bermanfaat untuk membantu antisipasi dan pengambilan tindakan saat risiko kebakaran meningkat.
Ketiga, sosialisasi kepada masyarakat karena memegang peranan penting dalam pencegahan kebakaran. Sebab, ulah manusia adalah salah satu penyebab terbesar kebakaran, untuk itu perlu menumbuhkan kesadaran mereka agar tidak membakar, terutama saat kemarau dan di lahan gambut. Dalam melancarkan sosialisasinya, Wilmar menggandeng sejumlah pihak, seperti Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan tokoh masyarakat termasuk penegakan hukum. Langkah ini dilakukan sebagai tindakan jemput bola dengan mendatangi masyarakat di sekitar konsesi di Kalimantan Tengah dan Sumatera.
Keempat, Wilmar membentuk tim satgas pencegahan kebakaran di setiap unit konsesi. Mereka adalah tim yang terlatih dan dibekali dengan peralatan memadai, termasuk membangun menara pantau setinggi 15 meter dan sumur bor.
Sejak 2017 hingga saat ini PT Kalimantan Tengah Region telah bermitra dengan 20 desa di sekitar wilayah operasional perusahaan yang berlokasi di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kemitraan tersebut dilakukan dengan menggelar pelatihan dan simulasi bersama kebakaran bersama tim Penanggulangan Keadaan Darurat Kebakaran (PPKD) perusahaan, yang telah mengantungi sertifikat dari Kementerian Tenaga Kerja. “Yang paling penting adalah menanamkan kesadaran agar tidak membakar,” ujar Sarimanah.
Selain itu, Sarimanah mengatakan perusahaan juga memberikan bantuan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran sesuai arahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), seperti pompa jinjing, selang spiral, dan baju pemadam. Perusahaan juga membangun sumur bor di 21 titik area rawan kebakaran sehingga membantu penyediaan air saat pemadaman api.
Perusahaan juga berencana menggelar latihan pembuatan sumur bor di akhir tahun ini yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Sejak Februari 2016, Wilmar telah bergabung dalam Fire Free Alliance (FFA) bersama beberapa perusahaan lainnya, yaitu APRIL, Asian Agri, Musim Mas, dan lembaga sosial masyarakat, yaitu PM Haze, Rumah Pohon, dan IDH (the sustainable trade initiative). FFA merupakan kelompok multi-stakeholder yang berinisiatif dalam pengendalian masalah kabut asap dan kebakaran yang terjadi berulangkali di Indonesia.
Leave a reply
