
Jadi Negara Maju, Luhut Pastikan RI Masih Akan Terima Insentif Dagang dari AS

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kanan)/The Iconomics
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memastikan Indonesia masih akan menerima insentif ekspor seperti Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika Serikat (AS). Fasilitas GSP dan berubahnya status Indonesia jadi negara maju merupakan 2 hal yang berbeda.
“Ada 26 negara yang dikategorikan itu (negara maju) termasuk Indonesia, Tiongkok, Vietnam dan India. Tapi GSP itu sebenarnya ada deal-nya tersendiri. Kalau ada orang bilang ada strategi licik, itu tidak benar,” kata Luhut di kantornya, Jakarta, Selasa (25/2).
Dikatakan Luhut, utusan Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (USTR) akan mengunjungi Indonesia pada 2 Maret 2020. Utusan ini akan menemui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dalam rangka membahas lebih lanjut soal GSP.
“GSP itu setelah sekian belas tahun sudah selesai. Jadi 2 Maret nanti, tim dari USTR akan bertemu dengan tim dari Kementan dan Kemendag untuk menyelesaikan detail lebih lanjut,” kata Luhut menambahkan.
Berdasarkan kebijakan dari USTR, bila Indonesia mendapat fasilitas GSP, nantinya bisa memangkas bea masuk impor. Dari biaya impor tersebut, kata Luhut, fasilitas yang didapat Indonesia sekitar US$ 2,4 miliar per tahun. Dan itu akan membuat Indonesia tetap kompetitif.
Lalu, kata Luhut, pemerintah nantinya ingin menaikkan level perjanjian dagang dengan AS menuju limited free trade agreement alias perjanjian dagang bebas terbatas. Ini akan menaikkan Indonesia satu level. Sementara, untuk mencapai level paling atas atau Free Trade Agreement, menurut Luhut, akan memakan waktu yang panjang.
“Nanti akan melalui persetujuan yang cukup panjang dari kongres segala macam. Jadi target kita akan ke situ (limited free trade agreement) dulu,” kata Luhut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, status Indonesia yang berubah menjadi negara maju itu tidak serta merta menghilangkan insentif GSP. Kebijakan AS hanya berlaku khusus dalam konteks Countervailing Duties (CVD) pada perdagangan barang dan jasa antara AS dan Indonesia.
Jadi, kebijakan CVD dan GSP adalah 2 hal yang berbeda dan tidak berhubungan. Kantor USTR menjadikan Indonesia berstatus negara maju, sehingga ada insentif yang diperoleh sebelumnya akan dihilangkan dalam hal ekspor perdagangan.
Leave a reply
