
Indonesia: Moneter dan Makroprudensial untuk Pertumbuhan

Chief Economist Bank DBS Indonesia, Masyita Crystallin
Pada pekan lalu, Bank Indonesia memangkas suku bunga untuk kali ketiga secara berturut-turut menjadi 5,25% (bunga deposito hingga 4,5% dan bunga pinjaman hingga 6,0%). Dengan demikian, hingga saat ini, BI telah memangkas suku bunganya sebesar 75bps. BI juga mengumumkan pelonggaran makroprudensial dengan memperluas lingkup sumber pendanaan bank pada Rasio Intermediasi Makroprudensial (MIR) dan melonggarkan loan-to-value (LtV) dan financing-to-value (FtV) untuk pinjaman properti dan otomotif (berlaku sejak 2 Desember mendatang).
Pelambatan dalam momentum pertumbuhan ekonomi dan kelemahan transmisi pelonggaran moneter ke sektor swasta mengkhawatirkan. Walau kami meramalkan pemangkasan lagi sebesar 25 bps pada triwulan ke-4, kami berpendapat bahwa ada risiko pelonggaran lebih dalam lagi jika aktivitas ekonomi tidak meningkat pada awal tahun depan.
Bank Indonesia memperluas definisi sumber pendanaan bank dalam Rasio Intermediasi Makroprudensial (MIR) dan MIR Syariah agar mencakup komponen pinjaman/pembiayaan yang diterima oleh bank, yang akan memberikan ruang lebih luas bagi bank untuk menyalurkan kredit. Pada saat ini, BI mewajibkan bank menjaga IMR pada kisaran 84% -94%. Sanksi akan diberikan kepada bank di luar kisaran itu berupa cadangan lebih tinggi untuk mendukung pertumbuhan pinjaman.
Definisi baru sumber pendanaan bank akan mencakup pinjaman/pembiayaan dengan masa jatuh tempo minimal satu tahun, tapi tidak termasuk pinjaman antarbank. Menurut BI, definisi terbaru itu akan menambah likuiditas sebesar Rp120 triliun untuk disalurkan sebagai keperluan pinjaman.
Formula baru (termasuk pinjaman yang diterima oleh denominator):
Selain perubahan MIR, BI juga mengumumkan pelonggaran rasio loan-to-value (LtV) untuk pembiayaan properti sebesar 5% dan rasio pembiayaan terhadap nilai kendaraan bermotor (FtV) sebesar 5% -10%. Insentif tambahan sebesar 5% juga diberikan untuk pembiayaan properti dan kendaraan ramah lingkungan. Lihat Tabel 1-3 untuk perincian tentang perubahan pada LtV dan Tabel 4-6 untuk FtV.
Pelonggaran LtV akan lebih efektif untuk rumah lebih kecil atau pembeli rumah pertama, namun tidak terlalu efektif untuk pembeli rumah kedua atau rumah berukuran lebih besar (> 70m2). Namun, sejauh mana pelonggaran LtV itu akan meningkatkan pertumbuhan pinjaman juga akan dibatasi oleh lingkungan permintaan domestik, yang lebih lemah.
Dalam pandangan kami, pelonggaran FtV dilakukan pada saat tepat untuk mendukung penjualan mobil, yang telah melambat sejak akhir tahun lalu. Kendaraan bermotor khususnya mencatat pertumbuhan penjualan negatif sejak November 2018, sedangkan sepeda motor sejak Mei 2019.
Tabel 1-6: Pelonggaran makroprudensial
Dampak dari pelonggaran LtV sebelumnya
Untuk mengukur dampak pelonggaran LtV saat ini terhadap pertumbuhan pinjaman, kami mencermati putaran terakhir pelonggaran LtV pada Agustus 2018. Selama periode itu, LtV untuk pembeli rumah pertama (untuk rumah berukuran lebih besar >70m2) diturunkan, dari semula uang muka sebesar 15% menjadi 0%. Untuk apartemen, dari 15% untuk ukuran lebih besar (>70m2) dan 10% dan apartemen menengah (22-70m2) menjadi nol. Selain itu, peraturan baru memungkinkan konsumen mengambil hingga lima hipotek untuk mendorong investasi di sektor properti.
Seperti terlihat di diagram di bawah, pinjaman hipotek perumahan dan real estate tetap relatif datar setelah pelonggaran LtV selama periode itu. Pertumbuhan konstruksi, terutama terkait dengan pembangunan prasarana, tidak terpengaruh oleh LtV.
Momentum pertumbuhan lebih rendah pada semester kedua 2019
Pertumbuhan GDP kemungkinan melambat pada paruh kedua 2019 jika dibandingkan dengan paruh pertama 2019. Pertumbuhan DBSf 5,0% pada 2019. Sejumlah indikator sektor riil (penjualan semen, PMI, pertumbuhan kredit, modal pertumbuhan negatif dan impor bahan mentah) menunjukkan ada kemungkinan lebih besar akan terjadi pelambatan pertumbuhan pada semester kedua 2019. Dampak dari pelonggaran keuangan, termasuk pemangkasan suku bunga kebijakan sebesar 50bps pada awal tahun ini, belum sepenuhnya tercermin dalam jumlah uang beredar atau pertumbuhan kredit.
Kami melihat ada risiko pertumbuhan akan cenderung melambat, yang dapat memicu pelonggaran moneter dan makroprudensial lebih lanjut hingga 2020.
Leave a reply
