
Virus Corona, Industri Minyak Global dan Pertamina

Ilustrasi ladang minyak di Indonesia/Investasi Online
Industri minyak global terpuruk dalam sebagai dampak wabah virus corona. Dampak yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Bukti paling nyata anjloknya industri minyak global tampak dari harga patokan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang menyentuh sekitar US$ -38 per barel pada 20 April lalu.
Hanya hitungan bulan, demikian laporan Reuters pada Minggu (26/4), pandemi Covid-19 telah “menghancurkan” industri minyak global. Penyebabnya antara lain karena menurunnya permintaan secara tajam. Juga karena kebijakan pembatasan perjalanan sebagai cara memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Krisis seperti ini, demikian tulis Reuters, tidak pernah terjadi dalam skala krisis keuangan, resesi dan krisis karena perang. Ketersediaan minyak mentah menjadi berlimpah. Bahkan sampai gudang penyimpanan pun tak sanggup lagi untuk menampungnya.
Soal harga minyak mentah AS yang menyentuh minus itu alias di bawah US$ 0 per barel mungkin saja tidak akan berulang. Akan tetapi, peristiwa itu oleh beberapa pengamat menyebut sebagai tanda suramnya industri minyak selepas Covid-19.
Frederick Lawrence dari Independent Petroleum Association of America mengatakan, situasi hari ini membuat perusahaan-perusahaan minyak menghentikan sementara aktivitas pengeboran. Dengan kata lain, menghentikan pengambilan minyak mentah dari ladang minyak.
Berlimpahnya stok minyak menggerus nilai komoditas andalan masyarakat global ini sejak abad ke-19. Sementara di Rusia, salah satu negara dengan produsen minyak terbesar di dunia sedang mempertimbangkan untuk tidak mengekspor komoditas tersebut. Rusia akan memaksimalkan penggunaannya untuk dalam negeri.
Pertamina
Sementara itu, dari dalam negeri, PT Pertamina (Persero) akan memanfaatkan situasi ini untuk mengimpor minyak mentah sebanyak 10 juta barel. Mumpung harga sedang murah-murahnya, kata Dirut Pertamina Nicke Widyawati ketika rapat secara virtual dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu.
Rencana mengimpor itu lantas membuat Pertamina butuh tangki raksasa untuk menyimpan minyak mentah. Karena itu, Pertamina berkirim surat ke SKK Migas untuk menggunakan fasilitas penyimpanan minyak mentah yang dikelola kontraktor migas lain. Selain impor minyak mentah, Pertamina juga berencana mengimpor minyak jadi dalam bentuk gasolin sebesar 9,3 juta barel. Ini dilakukan karena permintaan pasar juga sedang sepi.
Lalu mengapa harga bahan bakar minyak (BBM) belum turun? Soal ini, Nicke beralasan, formula penetapan harga BBM diatur melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 62K tahun 2020. Untuk itu, Pertamina sedang berkomunikasi dengan Kementerian ESDM terkait harga BBM.
Alasannya lainnya, kata Nicke, kendati harga minyak mentah global menurun secara tajam, tapi nilai tukar dolar sedang naik. Sementara, permintaan BBM di dalam negeri juga sedang turun drastis. Justru situasi ini membuat Pertamina kehilangan momentum mendulang keuntungan. Dampak wabah virus corona terhadap Pertamina, kata Nicke: negatif.
Leave a reply
