
Tagihan Listrik Membengkak, Simak Penjelasan PLN Ini

Ilustrasi kantor pusat PLN/iNews
PT PLN (Persero) menilai ada 3 faktor penyebab lonjakan tagihan listrik konsumen sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Ketiga faktor itu adalah kebijakan bekerja, beribadah dan belajar dari rumah (WFH), kenaikan konsumsi pada bulan Ramadhan pada Mei lalu serta mekanisme pencatatan meteran listrik berdasarkan rata-rata.
Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PT PLN Yuddy Setyo Wicaksono mengatakan, WFH dipastikan meningkatkan konsumsi listrik secara signifikan untuk sebagian rumah tangga. Sebelum ada WFH, konsumsi listrik rumah tangga umumnya meningkat dari sore hingga malam. Setelah ada WFH konsumsi listrik rumah tangga bisa mencapai 24 jam.
“Konsumsi listrik yang biasanya ada di rumah sore sampai malam, ini berlaku mulai dari pagi sampai malam. Ini yang menyebabkan kita tidak merasa menggunakan konsumsi besar biasa-biasa saja, padahal waktu pemanfaatannya panjang pada saat WFH,” kata Yuddy dalam diskusi secara virtual di Jakarta, Senin (8/6).
Kemudian pada bulan Ramadan pada Mei lalu, kata Yuddy, pihaknya mencatat kenaikan konsumsi listrik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pasalnya, masyarakat bangun lebih awal dan mengkonsumsi listrik dengan durasi lebih panjang dibandingkan bulan sebelumnya sehingga dipastikan akan terjadi kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya.
Penyebab ketiga, kata Yuddy, yakni pencatatan rata-rata yang diterapkan PLN sejak Maret lalu ketika kebijakan WFH pertama diterapkan. Dengan menerapkan kebijakan tersebut, PLN mencatat penggunaan konsumsi listrik selama 3 bulan sebelumnya.
“Pada saat bulan April lalu ada kenaikan konsumsi listrik ini karena pencatatannya berdasarkan rata-rata tiga bulan, maka tidak terlihat ada energi atau konsumsi listrik yang digunakan oleh pelanggan tetapi belum tercatat atau belum dibayar,” kata Yuddy.
Pun demikian untuk Mei 2020 ketika dilakukan pencatatan rata-rata, namun masih terdapat kenaikan yang belum dicatat atau belum dibayar. Jadi, pada Juni ini akan dicatat kenaikan yang dialami selama 3 bulan sebelumnya sejak penerapan WFH.
“Nah pada saat Juni dicatat sesungguhnya maka Juni ini sudah naik WFH sebelum Covid-19 ditambah lagi ada kWh yang belum dicatat di bulan April dan Mei ditumpukan di bulan Juni. Ini yang menyebabkan pembengkakan atau lonjakan tagihan listrik,” katanya.
Yuddy memastikan tidak semua rumah tangga mengalami kenaikan tagihan sejak kebijakan WFH diberlakukan. Hanya sekitar 4,3 juta pelanggan pasca-bayar atau 15% dari total pelanggan sekitar 34,5 juta, yang mengalami kenaikan tagihan. Dari jumlah tersebut, kata Yuddy, sekitar 2,4 juta pelanggan mengalami kenaikan tagihan antara 20% hingga 50%.
Soal kepanikan massa karena lonjakan tagihan bulan Mei, kata Yuddy, PLN menyiapkan solusi berupa kebijakan dimana kWh yang tidak akibat pencatatan rata-rata Maret ke rekening April dan Mei itu bisa diangsur sebanyak 3 kali dalam 3 bulan. Melalui kebijakan ini, 60% dari kenaikan yang dialami pada periode tersebut dapat dicicil selama 3 bulan mulai bulan depan (Juli). Sementara 40% dari kenaikan dibayarkan di bulan Juni ini.
“Harapan kami lonjakan ini bisa cukup membantu para pelanggan kita paham kondisi pelanggan sehingga dengan melakukan angsuran tersebut dapat lebih ringan,” katanya.
Leave a reply
