
Regulasi Kripto di Indonesia, Asosiasi: ‘Kenapa Enggak Dibuat General Dulu, Baru Dikerucutkan?’

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan lembaga dibawahnya yaitu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) sudah membuat sejumlah regulasi terkait perdagangan aset kripto di Indonesia. Aturan yang ada ini sudah cukup sebagai alat legitimasi perdagangan kripto di Indonesia. Aturan yang ada juga sudah memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri perdagangan kripto dan perlindungan kepada konsumen (trader/investor).
Tetapi, pemerintah mestinya tidak membuat ketentuan yang ketat terkait industri yang baru pada fase awal perkembangannya ini. Peraturan yang ketat (strict) justru menyulitkan pelaku perdagangan kripto di Indoensia dan menghambat berkembangnya industri ini.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan Harmanda menyebut aturan yang ketat (strict) itu dengan sebutan ‘mengerucut’ (sharp). “Kalau kemudian, pengaturan di dalam industri, contohnya kripto, atau blokchain, atau industri apa pun, kalau dibuat langsung mengerucut, industri ini enggak akan berkembang. Stuck,” ujar pria yang disapa Manda ini saat wawancara dengan Theiconomics, Jumat (25/2) lalu.
“Hemat saya, yang namanya aturan atau regulasi pada industri apa pun, itu dibuat general dulu, yang penting ada jalannya dulu. Begitu ada jalannya baru kemudian kita atur lagi sub-subnya,” tambahnya.
Ketika ditanya lebih jauh bentuk konkret dari aturan yang langsung ‘mengerucut’ itu di dalam industri kripto, Manda mengatakan “ada banyak sebenarnya”. Contoh terkait keberadaan Bursa, Kustodian, dan Kliring. Para pedagang fisik aset kripto atau exchanger baru akan mendapatkan izin sebagai pedagang fisik aset kripto apabila Bursa, Kliring dan Kustodian sudah terbentuk. Sementara hingga saat ini, Bursa aset kripto dan dua entitas lainnya itu belum juga terbentuk meski Bappebti sudah mengamanatkannya dalam sejumlah peraturan Bappeti. Karena Bursa belum terbentuk pada pedagang fisk aset kripto atau exchange saat ini hanya berstatus terdaftar.
“Baru dapat izin kalau kemudian semua instrumennya itu ada. Sedangkan, beberapa bank itu mempertanyakan. Kami tidak bisa mendapatkan fasilitas keuangan (kredit) secara full, karena mereka bilang, kalian saja masih terdaftar, belum ada izinnya, belum ada fully licensed. Ini kayak buah simalakama. Kita mau urus izin, tetapi Bursanya belum ada, Kliring, Kustodian belum ada,”papar Manda.
Contoh lain ada ketentuan soal produk derivatif dari kripto. Saat in perdagangan kripto yang diizinkan Bappebti adalah perdagangan fisik atau pasar spot. Sedangkan perdagangan future belum bisa dilakukan. “Alasannya karena belum adanya Bursa. Sekali lagi ini kayak buah simalakama. Padahal kalau kita mau melihat potensi pendapatan nantinya oleh pemerintah melalui perpajakan, ternyata transaksi future itu jauh lebih tinggi dari transaksi spot market, kalau kita ngomongin data secara global,” ujarnya.
Manda mengatakan masih banyak lagi ketentuan lain pada perdagangan kripto saat ini yang langsung ‘mengerucut’ tadi. Kalau dipaparkan semuanya akan seperti ‘curhat’, katanya. “Kenapa enggak dibuat general dulu baru dikerucutin?” ujar Manda retoris.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
