Perhutani Paparkan Penyebab Turunnya Kinerja Keuangan Tahun 2024

0
111
Reporter: Rommy Yudhistira

Perusahaan Umum (Perum) Perhutani mengalami penurunan pendapatan usaha konsolidasi atau revenue yang belum diaudit sebesar 3,71%. Pendapatan usaha konsolidasi mencapai Rp 4,6 triliun pada tahun 2024, sedangkan tahun 2023, Perhutani mencatat pendapatan usaha konsolidasi Rp 4,77 triliun.

Direktur Utama Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro mengatakan pihaknya mengalami sejumlah tantangan yang dihadapi di tahun kemarin, sehingga menyebabkan beberapa penurunan kinerja perusahaan. Meski demikian, Wahyu menyebutkan apabila dihitung secara rata-rata dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Perhutani mencatat pertumbuhan 2,7%.

“Mulai dari revenue, memang up and down, karena sekali lagi ini sektor perhutanan di 2024 yang lalu kami belum selesai auditnya, mungkin di akhir bulan ini bisa selesai. Kami mengalami sedikit penurunan dari sisi revenue,” kata Wahyu dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/03/2025).

Dari sisi aset, Wahyu menjelaskan perusahaan mencatat aset sebesar Rp18,7 triliun atau tumbuh 4,48% dari sebelumnya Rp17,9 triliun.

Baca Juga :   Kejagung Periksa Saksi dari BEI soal Dugaan Korupsi Jiwasraya

“Kami menganut PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) aset biologis, yang kami catat hanya pohonnya, pohonnya pun yang di kawasan hutan produktif saja. Jadi aset kami tercatat hanya Rp18,7 triliun. Ini tumbuh secara rata-rata 5 tahun terakhir 1,8%,” ujarnya.

Kemudian untuk net profit after tax (NPAT), Wahyu mengatakan Perhutani membukukan laba belum diaudit sebesar Rp301 miliar. Angka itu merosot 40,04% dari tahun 2023 yang sebesar Rp502 miliar.

“Ini turun karena memang makronya para industri pemakai kayu kami, maupun yang membeli daripada getah pinus kami mengalami keterlambatan karena pengaruh global,” tambahnya.

Secara keseluruhan, Wahyu menyebutkan parameter finansial Perhutani dinilai masih dalam posisi yang baik. Hal itu ditunjukkan dari margin laba usaha yang belum diaudit sebesar 6,7%, dan net profit margin 5,6%. Kemudian laba operasional perusahaan sebelum dikurangi bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization/EBITDA) 9,1%, dan debt to EBITDA 1,85x.

“Secara umum parameter finansial kami masih cukup baik, dengan kategori masih hijau,” kata Wahyu.

Leave a reply

Iconomics