
Peneliti INDEF, Penutupan Silicon Valley Bank Bisa Menjadi Awal Resesi Global 2023

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto
Perang melawan inflasi yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, memakan korban. Dua bank di negara itu, yaitu Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, kolaps pada pekan lalu karena tidak mampu berdapatasi dengan agresifitas kenaikan suku bunga acuan The Fed sejak tahun 2022 lalu.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bangkrutnya dua bank dan mungkin masih ada lagi yang akan menyusul, bisa jadi menjadi lembar pembuka terjadinya resesi global yang sudah diramalkan pada tahun lalu. Kebijakan pemerintah China yang mempercepat pembukaan kembali ekonominya pada tahun ini, kata Eko, memang sudah menurunkan probabilitas terjadinya resesi global.
“Tetapi dengan kejadian ini (penutupan SVB dan Signature Bank), dan ini dipicu oleh sektor keuangan, saya rasa ini bisa memicu resesi, kalau enggak ditangani. Setidaknya fluktuasi di global ini benar-benar tidak mudah. Kenapa? hari ini kita mendengar sudah merembet kepada Eropa. Dan, kita masih melihat inflasi itu cukup tinggi di negara-negara tertentu, terutama negara maju dan pemulihan ekonominya atau pengendalian inflasinya dengan suku bunga acuan, itu memang probabilitas untuk resesi memang tidak terhindarkan. Kalau bank sentral-bank sentral di dunia ini terus mengerek suku bunga, ya lama-lama juga resesi,” ujar Eko dalam diskusi publik INDEF dengan tema “SVB Kolaps, Ekonomi Indonesia Perlu Cemas?”, Kamis (16/3)
Federal Reserve sendiri sebelumnya masih memberikan sinyal untuk terus menaikkan suku bunga acuannya karena inflasi di Amerika Serikat masih tinggi. Stance kebijakan suku bunga The Fed tentu akan diikuti oleh negara-negara lain, selain karena memang inflasinya juga tinggi, juga untuk mencegah terjadinya arus modal ke luar dari negaranya.
“Kalau kemudian terus-menerus menaikkan suku bunga, saya rasa memang enggak bisa dihindari resesi global,” ujar Eko.
Untuk Indonesia sendiri, menurut Eko, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank memang tidak berdampak secara langsung. Kedua bank tersebut tidak memiliki korelasi langsung dengan startup di Indonesia dan juga dengan bank di Indonesia. Selain itu, fundamental perbankan di Indonesia juga masih solid.
Meski tidak berdampak secara langsung, menurut Eko, jangan kemudian otoritas di Indoensia tidak berbuat apa-apa. “Kita harus mulai me-review lagi tingkat prudential kita, tingkat kehati-hatian perbankan kita, sehingga nanti terpetakan mana bank yang memerlukan pengawasan lebih serius. Tetapi sejauh ini yang saya tahu tidak banyak dampak ke Indoensia secara fundamental,” ujarnya.
Meski secara langsung tidak ada dampak, tetapi menurut Eko, dampak tidak langsung dari penutupan Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank tetap ada ke Indonesia. Hal ini misalnya terlihat dari penurunan Indeks Harga Saham Gagungan (IHSG).
Selain itu, penutupan kedua bank itu juga menimbulkan sentimen negatif terhadap perbankan. “Kalau tidak diatasi dengan segera merembet ke mana-mana. Karena kalau yang sakit itu sektor keuangan, prosesnya sangat cepat,” ujanrya.
Leave a reply
