Pasar Saham Turun Drastis, Belajar dari Wabah  SARS 2003

0
1154
Reporter: Petrus Dabu

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (9/3) ditutup turun 6,58% ke level 5.136. Ini merupakan penurunan terdalam secara harian dalam waktu 8,5 tahun terakhir.

Tak hanya IHSG, penurunan juga terjadi di bursa regional. Indeks Nikkei turun 5,07%, indeks Hang Seng -4,23%, indeks Shanghai -3,01%, indeks Shenzhen -3,79% dan indeks KOSPI -4,19%.

Penurunan ini terjadi selain karena kekhawatiran investor terhadap penyebaran Coronavirus, juga karena penurunan harga minyak dunia yang mencpai 26% ke level $33,32/barrel akibat ketidaksepakatan antara OPEC dan Rusia mengenai jumlah produksi. Akibatnya, Arab Saudi pun memangkas harga jual minyak dan mempersiapkan peningkatan produksi yang akhirnya memicu kekhawatiran akan terjadinya perang harga.

Pelemahan di pasar saham akibat wabah penyakit bukan baru terjadi kali ini saja. Tahun 2003 silam, kondisi serupa juga terjadi saat wabah virus SARS merebak yang juga awalnya bersumber dari China.

Arie Haryoko, Head of Equity Portfolio Allianz Life Indonesia mengatakan saat wabah SARS dalam fase penyebaran (contagion burst) pada 12 Maret 2003 hingga 10 April 2003, IHSG anjlok 5,06%. Pada saat bersamaan, indeks bursa global dan regional juga mengalami penurunan. Indeks MSCI dunia misalnya pada periode itu turun 12,39%. Sedangkan, indeks MSCI Asia Pasifik selain Jepang turun 8,32%.

Baca Juga :   Strategi Hankook Tire Hadapi Tekanan Ekonomi Global Akibat Wabah Covid-19

Fase contagion burst antara lain ditandai dengan penerbitan global warning oleh Organisasi Kesehata Dunia atau WHO.

“Setelah WHO tarik warning semuanya kita lihat market reli dan recover termasuk kita,” ujarnya belum lama ini.

Ia mengungkapkan saat WHO secara bertahap mencabut peringatannya, pada 13 Mei 2003 hingga 3 Juli 2003, harga saham kembali naik. IHSG misalnya pada periode tersebut naik 9,8%. Sedangkan, indeks MSCI dunia naik 5,38% dan MSCI Asia Pasifik selain Jepang naik 14,71%.

Dalam kontesk wabah Coronavirus saat ini, menurut Arie, kondisi sekarang masih dalam fase contagion burst dimana  WHO menerbitkan global warning terhadap dampak Coronavirus.  Dalam fase ini, pasar saham masih cenderung melemah terutama saat kasus-kasus baru di berbagai negara cenderung bertambah.

“Jadi travel band masih ada di beberap negara dan juga kita lihat dampaknya secara fundamental pada supply chain,” ujarnya.

Artinya buat para inevstor saham, jangan panik. Saat wabah ini berakhir, harga saham akan kembali naik.

Apalagi menurut Ari Pitojo, CIO Eastspring Investments Indonesia dalam jangka panjang ekonomi Indonesia masih cukup baik dibandingkan negara lainnya. Kondisi makroekonomi Indonesia masih cukup kuat dan stabil di tengah ketidakpastian geopolitik global. Komponen konsumsi domestik diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi kedepannya. Pada tahun 2020 ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,0% serta laba perusahaan akan tumbuh 11,1%. “Koreksi yang dalam akan memberikan kesempatan beli dan akumulasi yang baik,” ujar Ari.

Leave a reply

Iconomics