
Meneropong Industri Keuangan Syariah Indonesia

Ilustrasi industri keuangan syariah Indonesia/Kompas.com
Kendati menjadi penduduk muslim terbesar di dunia, tak lalu ekonomi dan keuangan syariah Indonesia ikut menjadi besar. Justru perkembangan dan profitabilitas ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terbilang lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang penduduk muslimnya lebih kecil.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, menyebutkan kontribusi aset keuangan syariah dari total keuangan nasional hanya 8.71% atau sekitar Rp 1.359. Jumlah ini merupakan total aset keuangan syariah per Juli 2019.
“Dari total aset industri keuangan syariah tersebut, pasar modal syariah berkontribusi paling besar yaitu sebesar 56,2%, disusul perbankan syariah sebesar 36,3% dan industri keuangan non-bank syariah sebesar 7,5%,” tutur Juru Bicara OJK Sekar Putih di Jakarta saat dihubungi.
Sekar menuturkan, sektor pasar modal syariah mencapai 425 saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 3.834 triliun atau sebesar 53,6% dari seluruh yang tercatat di pasar modal hingga 20 September 2019. Lalu, jumlah Sukuk korporasi dan Sukuk negara yang masih beredar telah mencapai 211 Sukuk dengan nilai Rp 737,49 triliun atau sebesar 14,89% dari total nilai surat utang korporasi dan negara yang masih beredar.
Selain itu, terdapat 266 Reksa Dana Syariah dengan total nilai aktiva bersih (NAB) mencapai Rp 55,99 triliun atau 10,16% dari total NAB Reksa Dana Syariah. Di samping itu, Sekar juga menyinggung industri keuangan syariah yang meliputi perbankan syariah dan non-bank syariah juga mengenai pasar modal syariah.
“Sektor perbankan yang lebih awal berkembang kini memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 165 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Total aset perbankan syariah per Juli 2019 telah mencapai Rp 494,04 triliun atau 5,87% dari total aset perbankan Indonesia,” kata Sekar.
Sementara itu, untuk industri keuangan non-bank per Juli 2019, terdapat 200 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan prinsip syariah. Usaha berdasarkan prinsip syariah itu berbentuk full fledge maupun unit usaha syariah baik itu perusahaan asuransi dan reasuransi syariah, lembaga pembiayaan syariah, modal ventura syariah, penjaminan syariah, pergadaian syariah, lembaga mikro syariah maupun finansial teknologi syariah.
Rendah
Total aset di industri keuangan non-bank syariah mencapai Rp 101,87 triliun atau 4,27% dari total aset di industri keuangan non-bank Indonesia. Merujuk kepada riset Iconomics Research, penetrasi kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah dalam 5 tahun terakhir berkisar 4% hingga 6%.
Dari sisi jumlah, bank syariah Indonesia dan Malaysia hampir sama yakni 14 Bank Umum Syariah dan 20 Unit Usaha Syariah. Sementara di Malaysia terdapat 16 bank syariah. Di samping penetrasi rendah, profitabilitas dan tingkat kesehatan bank yang rendah.
Masih merujuk hasil riset Iconomics, dalam 5 tahun terakhir Net Operating Margin (NOM) bank umum syariah berada di kisaran 0% hingga 1%. Unit Usaha Syariah relatif lebih baik yaitu di kisaran 2%. Sedangkan bank umum konvensional berada di kisaran 4% hingga 5%. Pun dari sisi Return on Asset (RoA). Dalam 5 tahun terakhir, RoA perbankan syariah berada di kisaran 0 hingga 1%, Unit Usaha Syariah 2% dan Bank Umum Konvensional 2% hingga 3%. Dalam 5 tahun terakhir rata-rata pendapatan bunga bersih (NII) perbankan syariah tumbuh 46,53%.
Untuk Non Performing Finance (NPF) Bank Umum Syariah dalam 5 tahun terakhir berada di kisaran 3% hingga 5%. Sedangkan, Unit Usaha Syariah yang merupakan bagian dari bank konvensional relatif lebih kecil yaitu berada di kisaran 2% hingga 3%. Non Perfoming Loan (NPL) Bank Umum Konvensional berada di kisaran 2%. Secara umum rasio kecukupan modal (CAR) bank syariah tidak jauh beda dengan bank kovensional.
Salah satu faktor penyebab rendahnya profitabilitas perbankan syariah ini adalah kemampuan untuk menghimpun dana murah (CASA) rendah. Hal ini terlihat dari komposisi dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi deposito dibandingkan giro dan tabungan. Riset Iconomics Agustus lalu, komposisi CASA bank syariah sebesar 43,77%. Sedangkan bank konvensional sebesar 54,77%.
Namun kabar baiknya, pertumbuhan kredit dan DPK perbankan syariah cukup kencang dibandingkan bank konvensional. Dibandingkan perbankan konvensional, dalam 5 tahun terakhir kredit perbankan syariah tumbuh rata-rata 11,92%, sedangkan kredit bank konvensional tumbuh 9,38%. Pertumbuhan DPK perbankan Syariah juga lebih tinggi dibandingkan konvensional yaitu 14,18% versus 8,06%.
Selain itu, pertumbuhan pendapatan bunga bersih juga cukup kencang. Dalam 5 tahun terakhir rata-rata pendapatan bunga bersih (NII) perbankan syariah tumbuh 46,53%. Sedangkan Unit Usaha Syariah NII tumbuh 23,61%. Bank Umum Kovensional relatif lebih kecil yaitu 7,38%. Pertumbuhan NII sejalan dengan laju pertumbuhan kredit bank Syariah yang juga lebih tinggi.
Leave a reply
