Manulife Aset Manajemen: Dunia Memasuki Era Penurunan Suku Bunga, Pasar Saham dan Obligasi Indonesia Siap-siap Diburu Investor

0
89

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia berpandangan dunia saat ini memasuki era penurunan suku bunga. Siklus pelonggaran moneter sebenarnya sudah dimulai sejak kuartal pertama 2024 ini, setelah beberapa bank sentral mulai menurunkan suku bunga acuan seperti Swis pada Maret 2024 dan diikuti negara-negara lain seperti Swedia dan Kanada serta negara-negara berkembang di Amerika Latin dan Eropa Tengah. Sebayak 32% bank sentral di dunia sudah menurunkan suku bunga acuannya, kata Ezra Nazula, Direktur & CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/8).

Pemangkasan suku bunga oleh bank sentral di berbagai negara ini, kata Ezra, terjadi karena tingkat inflasi di negara-negara tersebut sudah mengalami penurunan.

Kini, mata dan telinga investor tertuju ke Federal Rerserve (Fed). Bank sentral Amerika Serikat itu belum menurunkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate(FRR).

Namun, sinyal penurunan FRR sudah makin jelas.  Ezra berkata, inflasi inti di Amerika Serikat sudah mengalami penurunan, dari 5% lebih pada awal tahun, kini mendekati 1% atau berada di bawah target 2%.

Tingkat inflasi inti yang rendah ini, “membuka ruang probabilitas untuk pemangkasan suku bunga” pada Federal Open Market Committee (FOMC) September.

“Bahkan market sudah ekspektasi, probabilitas untuk pemangkasan suku bunga itu sudah berada di level 100%. Jadi, sudah cukup yakin bahwa Fed itu akan menurunkan suku bunganya di bulan September,” kata Ezra.

Tak hanya tingkat inflasi yang rendah, indikator-indikator lainnya, tambah Ezra juga mendukung penurunan suku bunga oleh Fed, seperti data-data ketenagakerjaan.

Baca Juga :   BI Rate Bertahan di 6%, Apakah Semester II Jadi Turun?

Pada FOMC terakhir yaitu Juli lalu, Fed juga sudah mengindikasikan memangkas suku bunga pada September 2024.

“Kalau mereka sudah mengindikasikan sesuatu, ekspektasinya itu akan terealisasi. Oleh karena itu kami melihat sangat terbuka untuk Fed menurunkan suku bunganya di bulan September dan bahkan sudah ada ekspektasi di atas 50%, bahwa Fed bisa memangkas nggak hanya 25 bps,” ujar Ezra.

Ekspektasi pemangkasan Fed Fund Rate ini mendorong penuruna imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury). Imbal hasil US Treasury 10 tahun sebelumnya berada di level 4,4% pada Juni 2024, pada Juli turun 35 basis poin mendekati 4% dan saat ini sudah berada di bawah 3,8%.

Selain itu, nilai tukar Dolar Amerika Serikat, yang sebelumnya sangat perkasa, mulai melemah. Hal ini terlihat dari indeks dolar yang kini berada di level 104, dari sebelumnya di 105 hingga 106.

Erza mengatakan, secara historis kawasan Asia akan diuntungkan ketika nilai  tukar Dolar Amerika Serikat melemah. Apalagi saat ini, ekonomi Asia relatif kuat ditopang oleh membaiknya aktivitas perdagangan global, berlawanan dengan ekonomi Amerika yang menunjukkan sinyal moderasi. 

“Dengan Dolar yang melemah, ekspektasinya adalah inflow/aliran dana asing akan masuk ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Pada saat suku bunga turun, inflow asing itu akan masif masuk ke negara Asia,” kata Ezra.

Baca Juga :   Bank Indonesia Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 3,5%

Pada kesempatan yang sama, Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menambahkan, imbas dari ekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FRR), saat ini nilai tukar Rupaih lebih stabil. Stabilitas Rupiah ini, kata dia, terjadi karena adanya pelemahan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap sejumlah mata uang negara lain.

“Stabilitas nilai tukar Rupiah ini menjadi kunci titik balik minat dari investor terhadap pasar saham maupun pasar obligasi Indonesia. Karena tadinya ada ketidakpastian yang tinggi mengenai kebijakan bank sentral global,” ujarnya.

Setelah Rupiah menjadi lebih stabil, tambah Katarina, arus masuk dana asing kembali terjadi di pasar keuangan Indonesia.

“Setelah sebelumnya berbulan-bulan investor asing keluar dari pasar kita, di bulan Juli kembali masuk dan dalam angka yang cukup signifikan,” ujarnya.

Selain itu, imbal hasil yang ditawarkan Bank Indonesia untuk Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga “menjadi tidak terlalu tinggi lagi, karena Rupiah sudah semakin stabil.” 

“Di Rapat Dewan Gubernur BI yang terakhir, juga ada statement yang di-remove/dicoret. Tadinya BI di statement sebelumnya menyatakan ‘akan memperkuat struktur suku bunga pasar uang’ . Statement ini sudah dihapus di siaran rilis yang terakhir. Ini bisa mengindikasikan bahwa BI tidak lagi terlalu mengalami tekanan untuk terus meningkatkan suku bunga BI untuk menarik dana masuk untuk membantu menstabilkan nilai tukar Rupiah,” ujarnya.

Frekuensi lelang SRBI, tambah Katarina, juga sudah berubah, dari seminggu dua kali menjadi hanya satu kali.

Baca Juga :   Tiga Pertimbangan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan, Apa Saja?

“Ini juga menunjukkan BI lebih nyaman dengan nilai rukar Rupiah yang stbil, sehingga tidak perlu lagi bergantung terhadap banyaknya dana yang ditarik melalui SRBI,” ujarnya.

Dengan berbagai indikasi tersebut, ia meramalkan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate juga sudah semakin terbuka. Apalagi tingkat inflasi di dalam negeri sudah berbulan-bulan berada dalam rentang target Bank Indonesia.

“Beberapa bulan terkahir kita melihat ada deflasi, namun ke depannya kemungkinan ada inflasi lagi. Jadi, tidak seterusnya deflasi, karena ada beberapa kebijakan yang diambil seperti penambahan objek yang akan dikenakan cukai, kenaikan tarif impor. Ini bisa saja membuat deflasi itu berbalik menjadi inflasi. Namun, kami melihat bahwa inflasi tetap akan berada di rentang yang ditargetkan oleh BI dan ini memberikan ruang pemangkasan suku bunga acuan bagi BI yang cukup besar,” jelasnya.

Manulife Aset Manajemen Indonesia memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuannya,  namun besarannya tidak akan sebesar penurunan Fed Fund Rate. Penurunan BI Rate ini, tambahnya, mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.

“Penguatan Rupiah  itu akan menarik investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics