
Kecuali di Pasar Saham, Investor Asing Kembali Masuk ke Instrumen Keuangan Indonesia Setelah BI Rate Dinaikkan

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo [tengah] memaparkan kondisi ekonomi terkini kepada wartawan di Jakarta,Rabu (8/5).
Bank Indonesia [BI] mengungkapkan investor asing kembali masuk ke instrumen keuangan Indonesia, terutama Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN), setelah BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate pada Rapat Dewan Gubernur [RDG] April lalu.
Sementara di pasar saham, investor asing masih hengkang dari Indonesia, tetapi BI optimistis investor asing ini bakal kembali, karena prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih cerah.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/5) mengungkapkan secara keseluruhan pada minggu pertama dan kedua Mei ini, total aliran masuk modal asing (inflow) ke pasar keuangan Indonesia mencapai Rp22,84 triliun.
Di instrumen SRBI, jelasnya, pada minggu pertama dan kedua Mei 2024, jumlah inflow sebesar Rp19,77 triliun. Sebanyak Rp16,19 triliun masuk pada minggu pertama Mei dan Rp3,58 triliun pada minggu kedua Mei.
Kemudian di instrumen SBN, pada minggu pertama dan kedua juga terjadi inflow sebesar Rp8,1 triliun, terdiri dari minggu pertama sebesar Rp5,74 triliun dan minggu kedua Rp2,36 triliun.
Inflow di SRBI dan SBN, menurut Perry, membuktikan kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin [bps] pada RDG April serta kenaikan suku bunga SRBI “berhasil menarik masuk aliran modal asing”.
Padahal, sebut Perry, pada April, terutama menjelang ramadan/idul fitri terjadi outflow.
Meski di SRBI dan SBN sudah terjadi inflow, Perry mengatakan selama minggu pertama dan kedua Mei, di pasar saham masih terjadi outflow sebesar Rp5,03 triliun.
Tetapi “Saya yakin saham ke depan juga akan lebih baik karena prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi.”
Dampak ke Rupiah apa?
Perry mengatakan, kebijakan moneter BI termasuk menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 7% “semuanya diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan inflasi terkendali dalam sasaran.”
Dengan adanya aliran masuk modal asing, jelasnya, pasokan dolar di dalam negeri bertambah dan kepercayaan investor juga semakin kuat, sehingga memperkuat nilai tukar rupiah.
“Nilai tukar rupiah waktu kita mengambil keputusan [menaikkan BI Rate] sekitar 16.300-an. Sekarang sekitar 16.000. Kita sedang upayakan [nilai tukar rupiah] akan turun di bawah 16.000. Karena kami percaya rupiah ini mestiya terus menguat sesuai fundamental,” ujar Perry.
Perry mengungkapkan ada 4 faktor nilai tukar rupiah menguat dan lebih stabil yaitu imbal hasil (yield differential) yang meningkat, premi risiko yang turun, prospek ekonomi Indonesia yang lebih baik dan komitmen BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Terkait prospek ekonomi Indonesia, Perry mengatakan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2024 ini yang sebesar 5,11%, lebih tinggi dari perkiraan BI yang sebesar 5,08%.
Perry mengatakan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II juga mencapai lebih dari 5%.
“Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perkiraan dan lebih tinggi dari 5%, kami memperkirakan [di pasar] saham juga nanti akan terjadi inflow, karena prospeknya juga akan lebih baik,” ujar Perry.
Tingkat inflasi Indonesia juga terkendali dalam sasaran 2,5% plus minus 1%. Pada April 2024, Perry mengatakan, inflasi Indeks Harga Konsumen [IHK] sebesar 3% secara tahunan, lebih rendah dari perkiraan BI yaitu 3,3%. Tingkat inflasi inti juga “sangat rendah” yaitu 1,82% pada April.
Leave a reply
