Harga Saham BCA Masih Jauh dari Level Tertinggi, Apa Kata Jahja Setiaatmadja?

0
30

Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) saat ini masih jauh dari level tertinggi yang pernah dicapainya pada September 2024. Penurunan terjadi seiring dengan ketidakpastian ekonomi global terutama setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat pada November 2024.

Dalam setahun terakhir hingga 23 April 2025, harga saham BCA mengalami penurunan 10,28% ke level Rp8.725 per saham.

Padahal, harga saham bank swasta dengan aset terbesar di Indonesia ini pernah mencapai Rp10.950 pada September 2024.

Bahkan pada 8 April 2025, saat perdagangan saham baru dibuka selepas libur Lebaran, harga saham BCA anjlok hingga ke level Rp7.775. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari itu memang rontok lebih dari 9% ke level di bawah 6.000.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja mengatakan penurunan harga saham BCA serta bank-bank papan atas lainnya di Tanah Air saa itu merupakan imbas kebijakan tarif impor resiprokal pemerintah Amerika Serikat yang diumumkan pada 2 April.

Baca Juga :   BCA Hentikan Pemasaran Produk Asuransi Milik Prudential Indonesia 

“Karena naluri investor, begitu dengar suatu berita yang uncertainty, belum tau, belum bisa dimitigasi dampak risiko kepada perbankan, nomor satu apa? Jual dulu. Mentality atau habit ini, ya memang begitu, investor. Semua, dalam negeri dan luar negeri,” ujar Jahja di Jakarta, Rabu (23/4).

Namun, kata dia, investor kemudian kembali membeli saham setelah melihat respons atas situasi ketidakpastian itu. Investor juga kemudian kembali melihat fundamental bisnis perusahaan, termasuk bank sehingga harga sahamnya kembali rebound (naik).

Setelah menyentuh level terendah pada 8 April, harga saham BCA kembali naik. 

Jahja mengatakan pada 25 Maret 2025, BCA memang mengumumkan rencana pembelian kembali (buyback) saham maksimal Rp1 triliun pada tingkat harga maksimal Rp9.200.

BCA, jelas dia, melalukan buyback pada 10 April dan 11 April.

“Tetapi memang belum signifikan. Jujur saya katakan ya. Tetapi, [kenaikan harga saham terjadi karena] market drive untuk bank-bank yang memang fundamentalnya bagus atau pun perusahaan non bank sekalipun yang fundamentalnya bagus, itu segera akan kelihatan akan rebound,” ujarnya.

Baca Juga :   BCA Kembali Gelar KPR BCA Onlinexpo, Tawarkan Suku Bunga 4,5%

Ditanya apakah harga saham BCA bisa kembali ke level Rp10.000 seperti pada tahun lalu, Jahja tidak bisa memastikan hal itu.

“Saya nggak tau. Bisa saja tercapai sebelum akhir tahun, bisa tahun depan. Target kita bukan untuk menaikkan terus harga saham. Kita targetnya menjaga performance kita, profit kita, return on asset, return on equity, cost ratio, cost income ratio, non performing loan, dijaga. Loan at Risk (LaR) kita jaga dan buat cadangan yang seperlunya. Kemudian kita juga lihat quality dengan memberikan pinjaman yang bagus dan memang prospektif. Itu yang kita kerjakan. Otomatis kalau fundamental performance kita bagus, maka harga saham otomatis akan meningkat,” ujarnya.

Sepanjang kuartal pertama 2025, BCA membukukan laba bersih Rp14,1 triliun pada kuartal pertama 2025, naik 9,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 atau Year on Year (YoY).

Pertumbuhan laba ini didukung oleh kenaikan kredit dan pendanaan yang juga solid.

Bank swasta dengan aset terbesar di Indonesia ini membukukan kredit sebesar Rp941 triliun per Maret 2025, naik 12,6% (YoY).

Baca Juga :   BCA Kerja Sama dengan AIA Luncurkan Asuransi Kesehatan Medic Pro

Pertumbuhan kredit ini ditopang ekspansi pembiayaan di berbagai sektor, disertai pertumbuhan pendanaan berkelanjutan. Pendanaan inti giro & tabungan (CASA) tumbuh 8,3% YoY mencapai Rp979 triliun, atau sekitar 82% total dana pihak ketiga (DPK).

Meski secara tahunan, kredit tumbuh 12,6%, Jahja mengatakan target pertumbuhan kredit BCA tahun ini tidak berubah, tetap 6% hingga 8%.

Alasannya, jelas dia, dibandingkan Desember 2024 atau secara year to date, kredit BCA per Maret 2025  hanya 2,1%.

“Kalau di-annualized (disetahunkan) empat kali, ya nggak jauh-jauh dari 8%,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics